Rabu, 27 Juli 2011

Bulukumba yang Selalu Memesona

Memanfaatkan libur kuliah yang hampir usai, saya dan beberapa teman kampus bersepakat untuk mengunjungi Kabupaten Bulukumba. Ide jalan-jalan kali ini sebenarnya muncul secara mendadak. Berawal chating saya dengan seorang teman kampus bernama ikhsan yang memang sedang pulang kampung di Bulukumba. Saya iseng berkata bahwa saya dan teman-teman yang lain mau mengunjunginya sekalian liburan. Gayung bersambut, Si Ikhsan yang baik hati ini mengiyakan rencana yang sebenarnya belum saya konfirmasi kepada teman-teman yang lain.

Hari Jumat (22/7) saya bertemu dengan Indra, Cua dan Ridwan. Mereka inilah sebagian teman yang mau saya hasut untuk jalan-jalan ke Bulukumba. Ternyata mereka menyambut dengan antusias ajakan tersebut. Tapi masalahnya sekarang adalah dengan apa kami akan ke sana. Terlintaslah nama Fandi yang memang sudah masuk daftar orang yang ingin saya ajak untuk turut serta. Fandi memang memiliki mobil yang cukup untuk memuat enam orang. Selain itu ia memang adalah teman sepermainan kami.

Setibanya di kampus langsung saja saya sampaikan niatan jalan-jalan tersebut. Cukup lama Fandi untuk mengiyakan ajakan tersebut. Dengan rayuan keroyokan yang dilakukan oleh empat orang barulah ia setuju untuk turut serta. Kami pun sepakat untuk berangkat hari Minggu pagi. Rencananya kami akan bermalam dulu di rumahnya Ikhsan. Besok paginya baru kami akan mulai mengunjungi beberapa objek wisata di Bulukumba.

Hari Minggu (24/7) sekitar pukul delapan pagi Fandi dan Cua sudah datang menjemput saya. Di ujung gang rumah ternyata Indra juga sudah datang. Selanjutnya kami akan menjemput Arif yang belum menjawab ajakan kami. Sesampainya di rumah yang dimaksud, dia baru bangun dan menolak ajakan kami tersebut karena kakaknya dari Sorong sedang ada di Makassar. Kami pun langsung menuju ke jemputan selanjutnya, Ridwan yang sudah menunggu. Jadilah kami berlima berangkat ke Bulukumba.

Jarak Makassar-Bulukumba sekitar 150 km. Sepanjang perjanan kesana akan melewati empat kabupaten. Tiap kabupaten yang kami lewati pasti kami kometari. Gowa dengan tagline "Gowa Bersejarah" cukup ramai namun tata kotanya masih berantakan. Lain waktu rencananya kami akan berwisata sejarah di kabupaten tetangga Makassar ini. Kabupaten selanjutnya adalah Takalar. Kabupaten ini belum terlalu maju. pusat kotanya belum terlalu ramai. Yang indah dari daerah ini adalah sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan sawah yang sangat hijau.

Setelah itu kami melintasi Kabupaten yang terkenal sangar yaitu Jeneponto. Menurut cerita, orang Jeneponto itu pa'bambangang (emosional). Dan keadaan alam disana semakin meyakinkan saya akan hal tersebut. Jeneponto sangat panas. Tanahnya terlihat gersang. Jalanan yang kami lewati pun sebagian besar rusak dan belubang. Parahnya lagi jalanan Jeneponto adalah lintasan terpanjang menuju Bulukumba yang akan kami lalui. Sepanjang perjalanan sering sekali kami melihat kuda. memang kabupaten ini terkenal sebagai penghasil hewan kuat tersebut. Makanan khas daerah ini adalah Coto Kuda.

Kabupaten terakhir sebelum memasuki Bulukumba adalah Bantaeng. Fandi selalu kesulitan menyebut daerah ini. Dilidahnya Bantaeng pasti menjadi Banteng. Kalau Jeneponto selalu ia kutuki sebagai neraka, Bantaeng adalah kabupaten terbaik yang kami lewati hari itu. Memang daerah ini lumayan indah. Walaupun matahari sangat terik namun udara di tempat ini cukup sejuk. Ditambah dengan daerah persawahan yang hijau dan sesekali pemandangan pesisir pantai yang ramai dengan petani rumput laut pun tersaji. Yang unik dari kabupaten ini adalah di sepanjang perjanan sangat banyak kami temui kalimat-kalimat himbauan ataupun nasehat agama. "SUDAHKAH ANDA SHALAT?", "RIBA ITU HARAM", "PUASA ITU SEHAT", dan masih banyak lagi. Terasa lucu juga kalimat-kalimat tersebut.

Hampir pukul dua kami sampai di rumah Ikhsan di Bulukumba. Sesampainya disana kami langsung disambut dengan hangat. Orang tua dan keluarga si Ikhsan sangat baik. Kami langsung dipersilahkan masuk. Di dalam rumah, meja makan sudah penuh dengan makanan. Waduh saya sendiri merasa tidak enak. Rencana ke sana sebenarnya cuma untuk numpang barang sehari. Tapi karena perut kami sudah keroncongan, langsung saja kami santap siang saat itu juga. Kami memang tidak singgah makan di sepanjang perjalanan 150 km itu. Hahaha..

Selesai makan dan beristirahat sejenak, sore hari kami menyempatkan untuk berkeliling Bulukumba. Kami mendatangi dermaga yang ramai didatangi orang untuk memancing. Terlihat juga beberapa muda-mudi yang sedang nongkrong atau mungkin sedang pacaran. Setelah itu kami mendatandigi tugu kapal phinisiq di pusat kota. Kapal Phinisiq memang menjadi ikon Kabupaten ini. 

Selesai sudah jalan-jalan hari pertama di Bulukumba. Selebihnya, waktu kami habiskan di dalam kamar di rumah si Ikhsan. Kami tidak sempat jalan-jalan malam karena harus beristirahat.

Keesokan harinya, setelah sarapan kami langsung bersiap-siap untuk tujuan utama kami ke Bulukumba, Tanjung Bira. Kami berangkat sekitar pukul setengah sembilan pagi. Tanjung Bira berjarak 50 km dari pusat keramaian Bulukumba. Perjalanan cukup menyenangkan. Satu-satunya yang tidak menyenangkan adalah sebagian jalanan yang tidak mulus. Sangat disayangkan akses menuju ke tempat yang sangat indah belum memadai. Padahal jalanan adalah salah satu fasilitas yang akan dicerita oleh seorang wisatawan yang mengunjungi suatu objek wisata.

Sekitar satu jam perjalanan kami pun sampai di Tanjung Bira. Ini kali kedua saya berkunjung ke tempat ini. Nama resmi pantai di Tanjung Bira ini adalah Pantai Pasir Putih. Tapi lebih dikenal sebagai Pantai Bira. Pantai ini adalah salah satu pantai dengan pemandangan surga yang ada di Sulawesi mungkin juga di Indonesia. Saat pertama kali menginjakkan kaki di pantai ini sekitar awal tahun lalu, saya langsung takjub dan langsung melombat ke dalam air. Kali ini, sama saja. Saya adalah orang pertama diantara rombongan yang masuk ke dalam air. Kali ini pantai terlihat sangat bersih. Katanya ditempat tersebut baru saja diadakan "Festival Phinisiq."

Sarana di Pantai ini juga sudah cukup banyak. Sudah terdapat berbagai macam pilihan permainan seperti banana boat. Tersedia juga perlengkapan untuk aktifitas snorkeling dan diving. Banyak turis asing terlihat berlibur disitu. Beberapa dari mereka bersiap menaiki kapal untuk menyebrang ke pulau sekitar dekat Tanjung Bira. Memang akhir-akhir ini Tanjung Bira sudah mulai dilirik oleh turis mancanegara. Bahkan beberapa sudah mulai menetap disana.

Rugi rasanya kalau ke Tanjung Bira cuma berenang di pinggir pantai. Kami pun mencoba snorkeling. Setelah melalui tawar menawar harga yang alot, akhirnya kami setuju untuk membayar Rp. 200.000 untuk 6 orang. Dengan paket itu kami mendapatkan perlengkapan snorkeling plus kapal untuk mengantar kami ke daerah laut yang dalamnya sekitar 3 meter. Jadilah kami ber-snorkeling untuk pertama kalinya disiang bolong itu.

Ini pertama kalinya saya melihat pemandangan bawah laut. Dan pemandangan bawah laut Tanjung Bira sangat luar biasa. Karang, koral dan ikan sangat ramai disitu. Belum lagi hewan laut lainnya yang belum saya tahu namanya yang berwarna-warni menambah indah. Saking bersemangatnya, kacamata hitamnya Ikhsan tenggelam ke dasar laut. Juga sandal saya dan Indra sudah raib di tepi pantai saat akan menuju ke tempat snorkeling. Ya sudahlah, kehingan tadi tergantikan kok dengan pengalaman luar biasa barusan.


Puas bermain-main di Tanjung Bira, kami beristirahat sejenak untuk kemudian beranjak ke destinasi selanjutnya. Tujuan kami selanjutnya adalah Tana Beru. Tana Beru adalah pusat pembuatan kapal tradisonal Phinisiq di Bulukumba. Sebenarnya Tana Beru telah kami lewati sewaktu menuju Tanjung Bira. Tapi kami sudah mengatur jadwal untuk singgah di Tana Beru setelah ke Pantai Pasir Putih.

Bagi Kalian yang sudah menonton film dokumenter "Dua Tiang Tujuh Layar" yang diproduseri oleh trio The Trees and The Wild, pasti penasaran dan ingin mendatangi tempat pembuatan film tersebut. Tana Beru, Bulukumba memang lokasi utama dalam pembuatan film dokumenter yang bercerita tentang kehidupan masyarakat pembuat kapal tradisonal Phinisiq tersebut. Pertama kali menonton film itu saya pun langsung tertarik ingin kesana. Saya sebagai orang Bugis merasa berdosa jika tidak mengenal lebih dekat kebudayaan nenek moyang saya itu.

Jarak Tana-Beru dengan Tanjung Bira sekitar 10 km. Alhamdulillah akses jalan masuk ke setra pembuatan Phinisiq tersebut sangat baik. Sesampainya disana saya langsung takjub. Sepanjang daerah tersebut terpampang rangka-rangka kapal yang masih dalam proses pembuatan. Saya tidak tahu pasti berapa panjang area tersebut. Yang jelas, kata seorang warga disitu area ini sangat panjang dan dipenuhi dengan tempat pembuatan kapal berbahan kayu yang sangat kuat ini.

Satu kapal berukuran sedang dikerjakan oleh sekitar 3 sampai 5 orang. Lama pembuatannya memakan waktu setahun. Ketika saya bertanya tentang harga pembuatan satu kapal berukuran sedang tersebut, si tukang tak tahu. Katanya yang tahu tentang itu adalah Pak Haji, "kontraktor" pembuatan kapal tersebut. Kapal itu adalah pesanan seseorang dari Flores. Ada juga pesanan kapal yang datang dari Kalimantan. Bahkan kabarnya, orang Eropa dan Amerika juga sering memesan kapal Phinisiq berukuran besar di tempat ini. 


Sayang saya tak bisa bertanya dan bercakap-cakap lebih lama dengan masyarakat disitu. Kami singgah cuma sekitar satu jam. Karena harus sampai di rumah Ikhsan sebelum malam.

Sesampainya di rumah kami langsung terbaring karena kecapean. Rencananya malam harinya kami ingin ke warkop untuk online. Tapi rencana tersebut batal karena kami memang betul-betul sudah tak kuat jalan.

Esok paginya, setelah sarapan kami langsung bersiap-siap untuk kembali ke Makassar. Bulukumba memang selalu memesona. Terimakasih Ikhsan dan keluarganya yang telah memberikan sambutan yang begitu hangat.

Eh info tambahan. Tahun depan Insya Allah saya akan KKN. saya tidak mau KKN profesi di Jakarta atau di daerah lain. Rencananya sih saya mau KKN di Bulukumba saja. Semoga bisa. hehehe..

Minggu, 17 Juli 2011

Mocca Last Show

Saya masih sangat ingat perkenalan pertama saya dengan Mocca. Sekitar awal tahun 2005 saya mendengarkan lagu mereka, "I Remember" yang menjadi soundtrack film "Catatan Akhir Sekolah." Semua yang sedang SMA waktu itu pasti suka film ini dan pasti berhasrat ingin melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan 3 pemeran utama dalam film ini. Tapi bagi saya, yang membuat film ini tambah istimewa adalah lagu-lagu yang mengiringinya. Ada 9 lagu istimewa yang menjadi soundtrack film ini. Diantara 9 lagu istimewa itu, terseliplah "I Remember"-nya Mocca ini. Saya langsung jadi penikmat lagu-lagu mereka saat itu juga. Arina adalah salah satu vokalis wanita yang saya suka.

Dan sampai hari ini saya masih belum mengerti kenapa band seperti Mocca  dan sejenisnya ini tidak dilirik oleh televisi. Kenapa mereka lebih melirik perkumpulan labil macam 7 icon atau smash. Saya rasa Mocca masih jauh lebih baik dari pengisi acara musik pagi-pagi itu.

Tapi saya langsung terkaget-kaget ketika hari Kamis di twitter orang beramai-ramai membahas pertunjukan terakhir Mocca. Apa ini? Setelah saya baca, ternyata memang benar. Mocca akan melangsungkan konser terakhir mereka sebelum vakum sampai waktu yang belum ditentukan. Dan Konser yang bertajuk "Annabelle and The Music Box" tersebut telah dilaksanakan hari Jumat malam kemarin.

Mocca memutuskan untuk vakum setelah Arina berencana hijrah ke Amerika untuk menikah dan menetap sementara waktu disana. Personil lainnya juga sudah punya kesibukan masing-masing. Indra Massad harus mengurus proyeknya interiornya Toma sibuk dengan dunia marketing, serta Rico yang sedang mengurus proyek baru di Triangle.
Personel Mocca berpelukan diakhir konser "Mocca Last Show"
Ya mau apa lagi. Kalau memang itu keputusannya. Saya cuma bisa berharap kalian tidak vakum selamanya. Dan secepatnya kembali untuk menyuguhkan musik kalian yang berkualitas itu.

Jumat, 15 Juli 2011

Buona Fortuna Luis


Hari ini Luis Enrique diperkenalkan secara resmi sebagai pelatih baru AS Roma. Semoga ditangan Luis Enrique Gialorossi bisa lebih hebat. Bisa scudetto lagi. Semoga sukses Bung Luis.

Rabu, 13 Juli 2011

Menyesal Saya

Saya menyesal dari dulu tidak terlalu suka membaca. Banyak hal yang sebenarnya keren tapi belum saya ketahui. Seperti beberapa orang yang sebenarnya keren tapi pada saat bertemu saya belum tahu kalau ternyata mereka keren.

Dalam beberapa kali kesempatan saya sempat mengikuti kegiatan yang dihadiri oleh beberapa orang yang belakangan saya kagumi. Saya menyesal waktu itu tidak memanfaatkan momen. Sebenarnya kan bisa ngobrol bareng. Atau paling tidak minta foto bareng atau tanda tangan. hehehe..

Ignas Kleden

Sudah dua kali saya berada satu ruangan atau lokasi dengan Ignas Kleden. Pertama di Gedung PKP Unhas sekitar September 2010. Waktu itu ada acara "Bicara Tentang Akar Demokrasi Indonesia" yang diadakan oleh FES. Waktu itu sesi beliau bertepatan dengan jam kuliah saya. Jadilah beliau terlewatkan. Saya cuma sempat mendapatkan hard copy makalahnya yang berjudul "Pendiri Republik Mencari Dasar Negara" dari seorang teman.

Sekitar sebulan kemudian saya berjodoh lagi dengan sosiolog ini. Kali ini di tempat yang spesial. Di Museum Satria Mandala Jakarta dalam acara peluncuran buku "4 Serangkai Pendiri Republik." Kali ini Ignas Kleden didapuk menjadi pemakalah mengenai 4 pendiri bangsa: Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Tan Malaka. Tulisannya tentang keempat tokoh itu sungguh luar biasa. Walaupun singkat, namun sangat cerdas menurut saya.
Ini pada saat acara peluncuran buku "4 Serangkai Pendiri Bangsa"
Setelah penyampaian makalah itu, saya dan beberapa orang teman berusaha meminta hard copy makalah yang beliau bawakan tersebut kepada panitia. Tapi sayang sampai hari ini makalah itu belum saya dapatkan. Sungguh sayang.

Frans Magnis Suseno

Saya juga sempat satu ruangan dengan Romo Magnis di Gedung PKP Unhas sekitar September 2010 lalu. Sama dengan Ignas Kleden, Romo Magnis juga menjadi pemateri di acara "Bicara Tentang Akar Demokrasi Indonesia" tersebut. Lagi-lagi karena waktu kuliah bertepatan dengan sesi beliau, jadilah saya tidak menyimak makalah yang keren itu secara keseluruhan. Lebih sialnya lagi saya tidak mendapatkan hard copy makalahnya. Tapi sedikit yang saya ingat dari makalah beliau waktu itu tentang paham anarkisme yang selama ini disalahpahami sebagai kegiatan yang merusak. Anarkisme disamakan dengan vandalisme.

Belakangan saya tahu beliau sebagai budayawan cum penulis buku-buku keren. beliau juga sering dimintai pendapatnya tentang polemik Ahmadiyah dan kekerasan yang berlatarbelakang agama yang kemarin sempat hangat dibicarakan.

Harry Albert Poeze

Harry Poeze juga merupakan salah satu undangan dalam acara peluncuran buku "4 Serangkai Pendiri Republik" di Museum Satria Mandala Jakarta. Sebenarnya saya duduk berdampingan dengan beliau pada acara tersebut. Dan Bodohnya, saya hanya mendiami beliau selama lebih dari 3 jam acara.

Belakangan baru saya tahu, pria paruh baya yang duduk di dekat saya malam itu adalah Harry Poeze. Beliau menghabiskan separuh waktu hidupnya untuk mengenal Tan Malaka, pahlawan Indonesia yang belakangan ini saya kagumi. Paparannya secara rinci tentang riwayat hidup sang revolusioner Indonesia tersebut membawanya meraih gelar Doktor. Dan kabarnya hingga kini beliau masih melanjutkan penelitiannya tentang Tan Malaka. Sungguh sebuah totalitas yang sulit ditandingi.

Maafkan saya Opa Poeze karena belum mengenal anda waktu itu. Kalo ketemu lagi kita foto bareng ya :D

Wendi Putranto

Sekitar akhir bulan maret lalu saya mengikuti sebuah talk show yang sangat keren di kampus saya yang keren pula :D. Talk show itu bernama Rolling Stone Music Biz On Campus. Acara ini keren karena berbicara banyak hal tentang musik, bidang yang memang saya sukai. Tidak hanya itu, pembicara dalam talk show ini juga keren. Ada Aldo Sianturi, mantan manajer Label rekaman independen terkemuka Aksara Record. Juga ada mantan drummer Puppen yang sudah insaf, Marcel Siahaan.

Tapi ada satu hal yang saya sesalkan dari acara yang sungguh keren ini. Ternyata waktu itu saya bertemu dengan wartawan musik Indonesia  terkeren, Wendi Putranto. Waktu itu dia menjadi MC sekaligus memaparkan bukunya yang berjudul "Music Biz, Manual Cerdas Menguasai Bisnis Musik." Ternyata dia inilah orang yang tulisannya sering saya baca di Majalah Rolling Stone Indonesia.
Ini dia Wendi waktu di Unhas
Pelajaran berharga, kalau baca tulisan orang, jangan lupa lihat siapa nama penulisnya. Siapa tahu suatu waktu bisa ketemu. Kan bisa foto bareng.

Trinity

Sebelum membaca Naked Traveler-nya Trinity saya adalah pria dewasa yang masih sangat takut bepergian jauh sendirian. Takut tersesat lah. Takut kehabisan bekal lah. Pokonya macam-macam deh ketakutannya. Sampai saya membaca buku yang juga keren ini, saya menjadi berani pergi ke suatu tempat sendiri. Bahkan belakangan ini saya lebih nyaman kalo kalau jalan sendiri. Gak ada yang nyusahin saya dan tidak ada yang saya susahkan.

Karena kurang kerjaan, awal liburan semester ini saya sempat ke pulau sekitar Kota Makassar sendiri. Naik kapal kayu dan hampir bermalam disana. Hampir malam saya baru pulang menumpang kapal kayu lagi. Berani kan saya.

Awal perkenalan saya dengan Trinity adalah di acara "Makassar Internasional Writers Festival" yang diadakan awal bulan Juli lalu. Dia menjadi pembicara pada sesi Menulis Di Era Media Baru. Seperti yang diketahui, Trinity adalah penulis blog yang membagi kisah perjalanannya di berbagai daerah. Dari kumpulan tulisan di blog itulah dirangkum menjadi buku "The Naked Traveler" yang hingga kini sudah sampai jilid ke-3. Sejak saat itu saya baru mulai membaca tulisan-tulisan Trinity ini.

Dua hal yang saya sesali dalam hal ini adalah mengapa tidak dari dulu saya mengenal Trinity. Dan mengapa saya tidak minta foto bareng waktu bertemu dia. Saya kan iri dengan teman-teman yang sudah punya foto bareng dengang mbak Trinity. sungguh menyesal saya.
Ini Rusdi, salah satu teman yang sudah foto bareng dengan Trinity.
Satu hal yang ingin saya sampaikan kepada teman-teman yang sudah membuat saya iri: TUNGGU TANGGAL MAINNYA. Jangan iri kalau nanti tiba-tiba kalian melihat foto saya sedang berenang di Derawan atau naik perahu di kanal Venezia bersama Trinity tentunya.

TAPI KAPAAAN..

Selasa, 12 Juli 2011

Barisan Nisan - Homicide

matahari terlalu pagi mengkhianati
pena terlalu cepat terbakar
kemungkinan terbesar sekarang adalah memperbesar kemungkinan
pada ruang ketidak-mungkinan
sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satu pun
sudut kemungkinan untuk berkata “Tidak mungkin”
tanpa darah mereka mengering
sebelum mata pena berkarat menolak kembali terisi
sebelum semua paru disesaki tragedi
dan pengulangan menemukan maknanya sendiri
dalam pasar dan semerbak deodorant
atau mungkin dalam limbah dan kotoran
atau mungkin dalam seragam sederetan nisan
atau mungkin dalam pembebasan ala monitor 14 inci
yang menawarkan hasrat pembangkangan ala Levi’s dan Nokia
atau dalam 666 halaman hikayat para bigot dan despot
yang menari ketika jelaga zarkot berangsur menjadi kepulan hitam
berselubung Michael Jordan di pojokan pabrik-pabrik ma’lun para
produsen kerak neraka berlapis statistik
pembenaran teatrikal super-mall
opera sabun panitia penyusun undang-undang pemilu
yang mencoba membanyol tentang kekonyolan demokrasi
yang rapi berdasi menopengi mutilasi pembebasan dengan sengkarut argumen basi
tentang bagaimana menyamankan posisi pembiasaan diri di hadapan seonggok tinja
para sosok pembaharu dunia bernama PASAR BEBAS dan perdagangan yang adil
untuk kemudian memperlakukan hidup seperti AKABRI dan dikebiri matahari
terlalu pagi mengkhianati
dan heroisme berganti nama menjadi C-4, Sukhoi dan fiksi berpagar konstitusi
menjenguk setiap pesakitan dengan upeti bunga pusara dari makam pahlawan tetangga
bernama Arjuna dan Manusia Laba-laba
pahlawan dari Cobain hingga Visius
dari berhala hingga anonimous bernama Burung Garuda Pancasila
yang menampakkan diri pada hari setiap situs menjadi sepejal bebatuan yang melayang
pada poros yang sejajar dengan tameng dan pelindung wajah para penjaga makam Firaun berkhakis
yang muncul 24 jam matahari dan gulita bertukar posisi setiap pojokan
bahkan di kakus umum dan selokan mencari target konsumen dan homogenisasi kelayakan
maka setiap angka menjadi maka dan makna
ketika kita disuguhi setiap statistik dan moncong senjata dengan ribuan unit SSK
untuk menjaga stabilitas bagi mereka yang akan dinetralisir karena menolak membuang buku Panton sebagai panduan kebenaran
sejak hitam dan putih hanya berlaku di hadapan mata sinar xerox
menolak terasuki setan dan tuhan yang mewujud dalam ocehan pencerahan kanon-kanon
degungan Big Mac dan es krim cone yang berseru,
“Beli! Beli! Beli! Konsumsi, konsumsi kami sehingga kalian dapat berpartisipasi dalam usaha para anak negeri yang berjibaku untuk naik haji!”
oh… betapa menariknya dunia yang sudah pasti
menjamin semua nyawa dan pluralitas dengan lembaran kontrak asuransi
dengan janji pahala bertubi
dengan janji akumulasi nilai lebih, bursa saham
dan dengan semantik-semantik kekuasaan yang hanya berarti dalam kala
ketika periode berkala para representatif di gedung parlemen memulai tawar-menawar jatah kursi
dan kekuatan hanya berlaku paska konsumsi cairan suplemen, tonik dan para biggot bertemu kawanan
dan cinta hanya akan berlabuh setelah melewati sederatan birokrasi ideologi berwarna merah, hijau, hitam, kuning, biru, merah, putih dan biru
dan merah
dan putih
Oh betapa indahnya dunia yang berkalang fajar poin-poin NAFTA
sehingga pion-pion negara yang berkubang di belakang pembenaran stabilisasi nasional
menemukan pembenaran evolusi mereka dengan berpetakan saluran-saluran pencerahan
para rock-stars yang lelah berkeluh-kesah
kala peluh mengering kasat di hadapan pasanggiri lalat telat pasar
dan kilauan refleksi etalase dan display berhala-berhala
berskala lebih taghut dari ampas neraka diantara robekan surat rekomendasi negara donor
perancang undang-undang dan fakta-fakta anti-teror
para arsitek bahasa penaklukan para pengagung kebebasan
kebebasan yang hanya berlaku di hadapan layar flatron kemajemukan ponsel demokrasi kotak suara dan pluralisme gedung rubuh
Oh betapa agungnya dunia di hadapan barisan nisan yang dikebiri matahari
dan terlalu pagi mengkhianati

Maka jangan izinkan aku untuk mati terlalu dini
wahai rotasi CD dan seperangkat boombox ringkih
jangan izinkan aku mendisiplinkan diri ke dalam barisan
wahai bentangan seluloid dan narasi
dan demi perpanjangan tangan remah di mulutmu anakku,
jangan izinkan aku terlelap menjagai setiap sisa pembuluh hasrat yang kumiliki hari ini
demi setiap huruf pada setiap fabel yang kututurkan padamu sebelum tidur, Zahraku, mentariku!
Jangan sedetik pun izinkan aku berhenti menziarahi setiap makam tanpa pedang-pedang kalam terhunus
lelap tertidur tanpa satu mata membuta tanpa pagi berhenti mensponsori keinginan berbisa
tanpa di lengan kanan-kiriku adalah matahari dan rembulan
bintang dan sabit
palu dan arit
bumi dan langit
lautan dan parit
dan sayap dan rakit
sehingga seluruh paruku sesak merakit setiap pasak-pasak kemungkinan terbesar
memperbesar setiap kemungkinan pada ruang ketidak-mungkinan
sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satu pun sudut kemungkinan
untuk berkata, “Tidak mungkin”
tanpa darah mereka mengering
sebelum mata pena berkarat dan menolak kembali terisi
Matahari tak mungkin lagi mengebiri pagi untuk mengkhianati..

Rabu, 06 Juli 2011

Berburu Setlist

"Ini (setlist) bukti paling sah anda sudah nonton konser"
-Fakhri Zakaria (Kontributor Jakartabeat dan Rollingstone Indonesia)

The Trees and The Wild
29 November 2010, Mainhall Universitas Fajar Makassar

Dalam rangka Dies Natalis Universitas Fajar yang bertajuk "Hari Untuk Mu Vol 2". Mini konser ini juga menjadi semacam rangkaian kunjungan mereka ke Sulawesi Selatan. Seminggu berikutnya mereka datang lagi ke Makassar untuk show di Trans Studio. Setelah itu langsung ke Tana Beru, Bulukumba untuk melakukan pembuatan film dokumenter mereka yang berjudul "2 Tiang 7 Layar" yang bercerita tentang proses pembuatan kapal tradisonal phinisiq.

Monkey To Millionaire
30 April 2011, SMA 1 Makassar

Perang pensi antar SMA se-Makassar selalu terjadi tiap tahunnya. Dan tahun 2011 pemilik pensi terbaik menurut saya adalah SMA 1. Pensi mereka yang bertema "One Finity" ini didukung dengan beragam lomba yang berbau jiwa muda macam fixie gear, marching band, fotografi, dll. Dan yang paling ditunggu apalagi kalau bukan penampilan 2 headliner yaitu Naif dan Monkey To Millionaire.

Asdi mendapatkan setlist Naif dan setlist Monkey To Millionaire jadi milik saya.

Frau
15 Mei 2011, Baruga AP. Pettarani Unhas Makassar

"Pagelaran Unjuk Gigi" adalah pementasan seni yang diadakan oleh Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unhas. Ini Kali kedua saya melihat penampilan live singer songwriters cewek asal Jogja ini. Kalau pada pertunjukan pertamanya saya berkesempatan berfoto bersama, kali ini saya cukup beruntung bisa mendapatkan setlist-nya.

Lagu yang mengejutkan pada penampilan kali ini adalah "Tarian Sari" yang katanya akan masuk pada album kedua.

Ari Lasso
11 Juni 2011, Baruga AP. Pettarani Unhas Makassar

Bulan lalu, mantan presenter berita Rosiana Silalahi berkunjung ke kampus saya. Ia mengadakan talk show dengan menghadirkan hero masyarakat Sulawesi Selatan, Jusuf Kalla sebagai pembicara. Sebenarnya sudah tidak ada niatan untuk mengikuti acara ini. Karena tiket sudah sold out seminngu sebelum acara. Namun saya beruntung, karena sepasang kekasih Nia dan Shawir yang sudah memiliki tiket tidak bisa hadir karena disaat yang bersamaan mereka harus mengikuti pembekalan KKN. Jadilah saya hadir di acara ini.

Sebenarnya saya hanya mengincar untuk berfoto bersama dengan bapak JK di acara ini. namun hal itu tidak kesampaian karena membludaknya pengunjung. Sekitar setengah jam selesai acara, saya naik ke atas panggung. Dan saya melihat setlist dari penghibur hari itu, Ari Lasso masih ada tertempel di salah satu sound. Langsung saja saya ambil. Lumayan lah.

Senin, 04 Juli 2011

Scientist In The Lab

Diawali dengan narsis
Tangannya mulai liar
Mulai agak sok serius
Rak buku, tape dan poster Ernesto
Belakang pintu dan meja yang berantakan
Di dinding bagian atas ada Poster ERK dan koteka. Lihat ta'?
Bendera Autralia yang jadi hordeng, poster timnas dan lemari yang berantakan
Tempat tidur: tipis, kumal dan berantakan
Penyemangat: peta dunia
3 kata kunci: sempit, berantakan tapi menyenangkan.