Selasa, 24 Juli 2012

Float - I.H.I


lagu ini sedang menjadi favorit saya. Pertama kali dengar sekitar awal bulan lalu, dan masih terus saya dengar hingga awal Ramadha ini. Musiknya menarik, folk-pop ceria, apalah itu. Liriknya sungguh sederhana namun sangat menarik. Seperti lagu-lagu Float yang sebelum-sebelumnya, lagu ini sama menyentuhnya.

Itu aja sih. pokoknya langsung dengar saja. Bisa klik disini 
 
Bersepeda kau kubonceng di depan
Kubilang jok b'lakangnya lenyap semalam
'Ntah apa memang perlu
semua siasat itu


Kucuri hirup wangi rambut barumu
Makin cepat kukayuh pedal s'pedaku
Tawamu berhamburan
Raguku pudar
Yakin kupastikan
harapanku berkembar


Terang saja langitku
masih sempat c'rah biru
meski musim kian tak menentu
Indah hari itu


Di dekat danau itu kita berhenti
Berlomba kau dan aku lari ke tepi
Menghempas diri ke udara
'tuk jatuh lagi
dalam mimpi panjang kita
yang kini s'makin nyata


Terang saja langitku
masih sempat c'rah biru
meski musim kian tak menentu
Indah hari itu

Sabtu, 21 Juli 2012

KEM 2012


“MENJADI INDONESIA adalah menjadi manusia yang bersiap memperbaiki keadaan, tetapi bersiap pula untuk melihat bahwa perbaikan itu tidak akan pernah sempurna dan ikhtiar itu tidak pernah selesai.” (Goenawan Mohamad — Surat dari & untuk Pemimpin)

Yak, Kompetisi Esai Mahasiswa (KEM) 2012 kembali lagi. Kompetisi yang tahun ini sudah masuk pada jilid keempat ini kembali mengajak kita, mahasiswa Indonesia untuk memberikan kontribusi nyata melalui bentuk tulisan esai.

Menjadi Indonesia = (men)dingan (ja)ngan (di)am untuk Indonesia; Sebuah gerakan moral, ajakan berbuat nyata, memberi makna pada Indonesia. Lebih baik menyalakan lilin ketimbang sekadar mengutuk kegelapan.

Pada tahun keempat ini, TEMPO Institute kembali menantang mahasiswa Indonesia untuk menetaskan buah pikiran melalui kompetisi esai. Tuliskan esaimu. Jangan berangkat dari teori yang muluk-muluk. Mulailah dengan mengamati, observasi, kondisi di sekitarmu. Gambarkan permasalahan paling menarik atau paling penting di sekelilingmu, di wilayahmu, di “area kekuasaanmu”.

Ini bukan kompetisi membuat makalah dengan basis teori yang rigid, tapi tentang pendapat subyektif. Tulisan bisa berupa refleksi, observasi mendalam, atau gagasan konkret atas sebuah persoalan nyata di sekitarmu.
*** 

Bocorannya, tahun ini KEM akan semakin menarik, baik dari segi pelaksanaan maupun hadiahnya. Bahkan saya sudah dikabari bahwa tahun ini KEM juga akan mengadakan road show di beberapa kota. tujuannya mensosialisasikan KEM Menjadi Indonesia 2012 dan pembacaan surat dari tokoh yang suratnya ada didalam buku "Surat dari dan untuk pemimpin". Saya dan beberapa teman sedang mengusahakan agar Makassar menjadi salah satu kota tujuan road show. Proposal dalam proses disiapkan. Doakan terwujud.

Untuk info lengkap, sila klik disini

Selasa, 10 Juli 2012

Surya di Pancang

05:57 WITA
06:11 WITA
17:49 WITA
18:07 WITA

Tempat favorit saya di Desa Sei Pancang, Pulau Sebatik ini, adalah Dermaga Pancang, pintu keluar dan masuk Pulau Sebatik di bagian Utara. Dermaga yang sudah terlihat tua ini berhadapan langsung dengan Tawau, Malaysia. Hampir setiap pagi dan petang saya datang kesana. Alasan utamanya, tentu saja untuk melihat keindahan sunrise dan sunset. Sinar matahari timbul dan tenggelam di spot ini sangat memesona. Selalu hangat. Sehangat orang-orang yang beraktifitas di tempat itu.

Sabtu, 07 Juli 2012

Touchdown Sebatik

Jadi begini ya...

Sudah sejak Jumat (29/6) saya dan sembilan belas orang lainnya tiba di Pulau Sebatik untuk melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Tapi berhubung kegiatan yang sangat intens juga akses internet disini masih sangat sulit, maka baru kali ini saya bisa menuliskan kabar.

***


Selasa, 26 Juni 2012

Pagi-pagi sekali saya sudah terjaga. Tidur saya sedikit saja malam itu. Saya memang selalu kesulitan untuk tidur ketika akan melakukan perjalanan jauh. Setelah sholat subuh saya kembali memeriksa barang-barang yang akan saya bawa serta pergi ber-Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Sebatik. Saya membawa dua tas: sebuah tas ransel yang berisi pakaian dan peralatan lainnya serta tas selempang berkuran sedang yang akan saya pakai beraktiftas selama KKN.

Setelah berpamitan dengan teman-teman di asrama, pukul tujuh lebih sedikit saya sudah bergegas menuju UPT KKN Unhas, tempat berkumpul sebelum menuju pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar. Kami memang dihimbau untuk datang sebelum pukul delapan karena kapal akan berlayar pukul sepuluh. Dan saya datang sedikit lebih awal agar tidak terlambat, pada salah satu hari terpenting selama kuliah: pemberangkatan KKN.

Tapi, ini yang selalu menyebalkan dalam sebuah perjalanan berkelompok: selalu saja ada anggota yang merusak rencana yang telah disusun dengan matang. Untuk yang pertama dalam perjalanan ini pelakunya adalah Arabia (Hukum 2009). Ia telat hampir satu jam. Pak Djumran, dosen pendamping yang akan menemani perjalanan kami tampak mulai geram pagi itu. Sewaktu Ara (panggilan akrab Arabia) tiba Ia hanya diam. Kalian tahu bukan: puncak dari kemarahan itu adalah diam, sebelum meledak-ledak seperti senapan mesin.

Kami masih beruntung tidak ditinggal kapal. Setibanya di pelabuhan semua seperti kebakaran jenggot. Kapal sudah memberikan isyarat akan segera berangkat. Petugas pelabuhan juga ikut sibuk menyuruh kami segera naik. “tangga kapal sebentar lagi diangkat.”

Di atas kapal semua menyinggung keterlambatan Ara. Untung saja Ia membawa bekal makanan yang banyak. Langsung saja teman-teman yang lain memaklumi, karena ingin kebagian makanan gratis dari Ara. Tapi hal itu tidak lantas membuat Pak Djumran berhenti untuk menyindirnya. Tampaknya Pak Djumran masih geram dengan sikap indisipliner yang dilakukan Ara sebelum kami berangkat tersebut.

***

Seingat saya, sudah pernah saya bercerita bahwa perjalanan menuju Nunukan sebelum ke Pulau Sebatik kami tempuh dengan menggunakan moda kapal laut. Ya, kami menggunakan KM Tidar, salah satu armada kapal laut milik PT PELNI yang berasal dari Semarang namun beroperasi di daerah Sulawesi dan Kalimantan. Perjalanan menuju pelabuhan Nunukan ditempuh selama dua hari tiga malam. dalam perjalanan kapal menyinggahi tiga pelabuhan lainnya, yaitu Pelabuhan Pare-Pare, Pelabuhan Balikpapan dan Pelabuhan Tarakan. Memanfaatkan momen, setiap tempat yang disinggahi, kami sempatkan untuk pergi berkeliling melihat wajah kota pelabuhan tersebut.

Pelabuhan pertama yang kapal singgahi adalah Pelabuhan Pare-Pare. Kami belum terlalu bersemangat di Kota ini. tentu saja karena sebagian besar dari kami sudah pernah menginjakkan kaki di wilayah yang masih termasuk bagian dari Sulawesi Selatan tersebut. Kami turun hanya untuk membeli perbekalan yang dibutuhkan.

Antusias untuk berkeliling kota baru meningkat ketika kami bersandar di Kota Balikpapan. Sekitar sepuluh orang, kami langsung menyewa angkot untuk berkeliling melihat wajah kota, yang kata orang-orang sangat bersih ini. benar saja, kota ini memang sangat bersih. Dimana tersedia tempat sampah. Bahkan di dalam angkot yang kami tumpangi tersebut juga tersedia tempat sampah. Baru kali ini saya melihat yang seperti itu. “disini denda tidak punya tempat sampah lebih besar daripada denda karena tidak punya SIM” jelas sang supir.
Tata kota ini juga lumayan teratur. Para perempuan sudah sedari tadi minta berhenti untuk mengabadikan beberapa foto. Akhirnya kami singgah di taman depan kantor PLN kota. Saya lupa nama pasti tempat tersebut. Sepertinya tempat tersebut salah satu tempat nongkrong di Balikpapan.

Setelah dari Kota Balikpapan yang bersih, KM Tidar kembali berlayar selamat 24 jam. Pemandangan lumrah yang kami lihat kembali hamparan air milyaran galon. Sesekali terlihat daratan pulau. Kalau beruntung, di daerah-daerah tertentu kita dapat menyaksikan beberapa makhluk laut, seperti Lumba-Lumba dan Ubur-Ubur sedang asyik menyapa kapal. Tujuan berikutnya adalah kampung kedua saya: Kota Tarakan.

Matahari terang benderang Kota Tarakan menyambut kedatangan kami. Secerah hati saya yang sebentar lagi akan bertemu dengan sang pujaan hati, mama tercinta. Memang sejak sebelum keberangkatan saya sudah mengabari mamak bahwa kapal akan singgah di Pelabuhan Tarakan sebelum lanjut ke Nunukan.dan dengan antusias mamak berjanji akan datang ke pelabuhan pagi itu untuk melihat anaknya ini.

Raut kerinduan terlihat betul di wajah mamak sewaktu kami bertemu. Saya langsung mencium tangannya dan dibalas dengan pelukan hangat. Memang, tak ada yang bisa mengalahkan hangatnya pelukan seorang ibu kawan-kawan. Saya hanya sebentar kami bertemu. Saya tidak sempat ke rumah karena takut akan ditinggal kapal. Tapi, saya berjanji. Setelah KKN selesai saya akan pulang untuk ber-Ramadhan dan berlebaran bersama orang-orang terkasih di rumah. Ijinkanlah ya Allah...

Sedangkan agenda untuk berkeliling kota masih ada. Sebagai “tuan rumah”, teman-teman saya ajak pergi melihat rupa Hutan Konservasi Mangrove yang berada di tengah Kota Tarakan. Sayang, keadaan Hutan Mangrove (begitu biasa masyarakat sekitar menyebut tempat ini) sedikit berantakan. Kabarnya, semalam Tarakan dilanda angin ribut. Beberapa batang pohon di daerah tersebut terlihat rusak. Beruntung kami masih bisa menangkap adegan malu-malu dari primata khas hutan ini: Bekantan (Monyet hidung besar).

Hanya sekitar setengah jam di Hutan Mangrove, perjalanan kami lanjutkan untuk mencari kuliner khas Tarakan. Awalnya saya ingin mengajak rombongan untuk merasakan nikmatnya Nasi Lalap Mandor. Tapi ternyata warung yang dimaksud masih tutup. Terpaksa destinasi kami alihkan ke Warung Soto Banjar Sebengkok. Saya sendiri baru pertama kali menyambangi warung makan ini. sepertinya warung ini belum terlalu lama buka. Karena keburu waktu, pesanan diseragamkan saja: Soto Banjar. Saya sendiri tidak pesan makan. Alasannya, harga menu di tempat itu sepertinya sedang bekerja keras untuk dapat membuat pemiliknya naik haji tahun depan. Saya hanya memesan Es Teler, yang sama sekali tidak berwajah es teler. Itupun harganya, sepuluh rebu' boo..

Selepas itu, kami langsung bergegas kembali ke pelabuhan. Sekitar satu jam lagi akan berangkat ke tujuan akhir. “Tuuuuuuut”, tengah hari kapal kembali berlayar untuk menuju Nunukan. Pelayaran menuju Nunukan ditempuh selama kurang lebih empat jam saja. Langit berwarna kemerahan tanda sore, kami sudah berlabuh di Pelabuhan Nunukan. Itu pertanda pelayaran kami dengan KM Tidar telah berakhir. Alhamdulillah kami sampai dengan tidak kekurangan sesuatu hal pun.



Sekian dulu. Cerita soal kebaikan orang-orang selama kami berlayar dan sesampainya kami di Nunukan akan saya tuliskan selanjutnya. Doakan kita sehat semua.

Wassalam...

Foto oleh: Adelin (FIKP 2008)