Senin, 24 Desember 2012

Terjebak di Pulau Cangke'


Lupakan kiamat yang benar-benar tidak-benar-terjadi. Tanggal 21 Desember yang lalu, saya bersama teman-teman asrama mengunjungi sebuah pulau cantik bernama Cangke’. Kalau Ray D’ Sky begitu bersyukur karena pernah terjebak di pulau yang indah, saya rasa sayapun telah merasakannya ketika berada tiga hari disana.



Pulau Cangke' terletak di gugusan pulau-pulau kecil Sulawesi Selatan. Daerahnya masih termasuk wilayah administrasi Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep). Demi efisiensi waktu dan ongkos kami memulai perjalanan melalui Pelabuhan Paotere Makassar. (Mungkin) satu-satunya moda transportasi yang dapat digunakan untuk mencapainya hanya dengan kapal penumpang tradisional. Belum ada jadwal transportasi reguler kesana. Jadi jika ingin berkunjung kita harus menyewa kapal beberapa hari sebelum keberangkatan. Itupun harus dalam rombongan berjumlah minimal lima orang, kalau saya tidak salah.

Langit sudah gelap ketika kami tiba di Pulau Cangke'. Namun, dari atas dermaga kami masih dapat melihat dasar laut yang tidak seberapa dalam. Bulan memang bersinar cemerlang malam itu. Kami langsung saja menyambangi rumah sang penjaga pulau, Daeng Abu namanya. Pulau ini hanya dihuni oleh empat orang yang sudah cukup berumur. Selain Daeng Abu dan istrinya, masih ada sepasang suami istri lainnya yang masih keluarga dekat Daeng Abu. Kesemua mereka bertugas secara sukarela untuk menjaga dan merawat pulau kecil tanpa tenaga listrik ini.

Hanya sebentar kami berbincang sebelum Daeng Abu menginzinkan kami mencari tempat untuk membangun tenda penginapan. Sisa malam kami lalui dengan menikmati kopi hangat sambil berbincang tentang keindahan pulau yang akan kami lihat esok pagi. Bahkan ada beberapa teman yang mengaku tak bisa tidur saking penasarannya.

Akhirnya pagi benar-benar datang. Langit tak begitu cerah, namun tak menghalangi kami untuk segera masuk ke dalam air. Hari Sabtu itu sungguh menjadi hari yang mewah. Kami serasa memiliki pulau pribadi. Tak ada pengunjung lain. Tak ada ribut ataupun polusi khas kota. Yang ada hanya pantai, matahari dan bersenang-senang.

Semua asyik dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang berenang, ada yang sibuk mengambil gambar dengan kameranya, sedang yang lain bersenang-senang di tengah laut sambil memancing ikan menggunakan perahu kecil. Semua akan kembali berkumpul pada waktu makan. Setelah itu, ya kembali bersenng-senang lagi dengan segala hal yang bisa dilakukan. Begitulah siklus kegiatan kami sampai begitu tak terasa langit berganti gelap.

Malam terakhir tak begitu menyenangkan. Langit mendung, angin kencang dan hujan datang menggangu. Beberapa teman mulai mengungsi ke rumah kosong yang dipinjamkan secara cuma-cuma oleh Daeng Abu. Sedang saya dan beberapa teman yang lainnya tetap kekeuh untuk tidur di dalam tenda. Pukul sepuluh malam kami sudah tertidur. Mungkin karena kecapaian karena aktifitas sepanjang siang sebelumnya.

Tapi sial bagi saya karena terbangun di tengah malam dalam keadaan kelaparan. Kacaunya tak banyak makanan yang tersisa. Ya sudalah, untuk membuang kebosanan karena belum bisa kembali tidur, saya memutuskan untuk berkeliling pulau sendirian. Agak takut juga sebenarnya. Tapi saya penasaran dengan cerita Daeng Abu yang mengatakan bahwa sekarang ini adalah musim bertelur bagi penyu sisik di pulau itu. Tapi setelah berkeliling pulau, yang hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit, saya tak mendapatkan penyu tersebut. Mungkin karena langit sedang tidak cerah.

Karena benar-benar telah kecapaian, saya kembali ke dalam tenda. Kali ini tidur saya pulas sampai pagi.


Bonus hari terakhir di Pulau Cangke’ adalah langit cerah yang menampakkan matahari yang begitu jingga. Sayang, kami harus berkemas karena kapal akan segera datang menjemput pagi itu juga. Kurang lebih pukul sembilan kapal tampak datang. Setelah berpamitan dengan Daeng Abu dan koleganya, kami pun menuju dermaga. Tak beberapa lama kemudian kapal mulai bergerak meninggalkan Pulau Cangke’. Lambaian perpisahan mengiringi kepulangan kami, tentu dengan harapan suatu saat kami akan kembali bertemu dengan keindahan pulau dan kebaikan hati orang-orang disana.

Tulisan ini juga dapat dibaca di Detik Travel

Selasa, 18 Desember 2012

Pusat Gema Unhas


Mungkin belum banyak yang tahu. Sebenarnya saya pun baru mengetahuinya, bahwa ada pusat gema di kampus Unhas. Letaknya tepat di tengah-tengah dermaga danau yang terdapat di depan Gedung Ipteks Unhas. Jika biasanya gema akan terjadi bila sedang berada di dalam gedung tertutup, tapi suara kita akan terdengar terpantul apabila berteriak tepat di titik tengah dermaga danau Unhas tersebut.

Penasaran? Sila coba sendiri. Saya, sejak mengetahuinya, sudah sangat sering singgah dan berteriak-teriak disana.