Lupakan kiamat yang benar-benar tidak-benar-terjadi. Tanggal 21 Desember
yang lalu, saya bersama teman-teman asrama mengunjungi sebuah pulau cantik
bernama Cangke’. Kalau Ray D’ Sky begitu bersyukur karena pernah terjebak di
pulau yang indah, saya rasa sayapun telah merasakannya ketika berada tiga hari
disana.
Pulau Cangke' terletak di gugusan pulau-pulau kecil Sulawesi Selatan.
Daerahnya masih termasuk wilayah administrasi Kabupaten Pangkajene Kepulauan
(Pangkep). Demi efisiensi waktu dan ongkos kami memulai perjalanan melalui
Pelabuhan Paotere Makassar. (Mungkin) satu-satunya moda transportasi yang dapat
digunakan untuk mencapainya hanya dengan kapal penumpang tradisional. Belum ada
jadwal transportasi reguler kesana. Jadi jika ingin berkunjung kita harus
menyewa kapal beberapa hari sebelum keberangkatan. Itupun harus dalam rombongan
berjumlah minimal lima orang, kalau saya tidak salah.
Langit sudah gelap ketika kami tiba di Pulau Cangke'. Namun, dari atas
dermaga kami masih dapat melihat dasar laut yang tidak seberapa dalam. Bulan
memang bersinar cemerlang malam itu. Kami langsung saja menyambangi rumah sang
penjaga pulau, Daeng Abu namanya. Pulau ini hanya dihuni oleh empat orang yang
sudah cukup berumur. Selain Daeng Abu dan istrinya, masih ada sepasang suami
istri lainnya yang masih keluarga dekat Daeng Abu. Kesemua mereka bertugas
secara sukarela untuk menjaga dan merawat pulau kecil tanpa tenaga listrik ini.
Hanya sebentar kami berbincang sebelum Daeng Abu menginzinkan kami mencari
tempat untuk membangun tenda penginapan. Sisa malam kami lalui dengan menikmati
kopi hangat sambil berbincang tentang keindahan pulau yang akan kami lihat esok
pagi. Bahkan ada beberapa teman yang mengaku tak bisa tidur saking
penasarannya.
Akhirnya pagi benar-benar datang. Langit tak begitu cerah, namun tak
menghalangi kami untuk segera masuk ke dalam air. Hari Sabtu itu sungguh
menjadi hari yang mewah. Kami serasa memiliki pulau pribadi. Tak ada pengunjung
lain. Tak ada ribut ataupun polusi khas kota. Yang ada hanya pantai, matahari
dan bersenang-senang.
Semua asyik dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang berenang, ada yang
sibuk mengambil gambar dengan kameranya, sedang yang lain bersenang-senang di
tengah laut sambil memancing ikan menggunakan perahu kecil. Semua akan kembali
berkumpul pada waktu makan. Setelah itu, ya kembali bersenng-senang lagi dengan
segala hal yang bisa dilakukan. Begitulah siklus kegiatan kami sampai
begitu tak terasa langit berganti gelap.
Malam terakhir tak begitu menyenangkan. Langit mendung, angin kencang dan
hujan datang menggangu. Beberapa teman mulai mengungsi ke rumah kosong yang
dipinjamkan secara cuma-cuma oleh Daeng Abu. Sedang saya dan beberapa teman yang
lainnya tetap kekeuh untuk tidur di dalam tenda. Pukul sepuluh malam kami sudah
tertidur. Mungkin karena kecapaian karena aktifitas sepanjang siang sebelumnya.
Tapi sial bagi saya karena terbangun di tengah malam dalam keadaan
kelaparan. Kacaunya tak banyak makanan yang tersisa. Ya sudalah, untuk membuang
kebosanan karena belum bisa kembali tidur, saya memutuskan untuk berkeliling
pulau sendirian. Agak takut juga sebenarnya. Tapi saya penasaran dengan cerita
Daeng Abu yang mengatakan bahwa sekarang ini adalah musim bertelur bagi penyu
sisik di pulau itu. Tapi setelah berkeliling pulau, yang hanya membutuhkan
waktu sekitar sepuluh menit, saya tak mendapatkan penyu tersebut. Mungkin karena
langit sedang tidak cerah.
Karena benar-benar telah kecapaian, saya kembali ke dalam tenda. Kali ini
tidur saya pulas sampai pagi.
Bonus hari terakhir di Pulau Cangke’ adalah langit cerah yang menampakkan matahari yang begitu jingga. Sayang, kami harus berkemas karena kapal akan segera datang menjemput pagi itu juga. Kurang lebih pukul sembilan kapal tampak datang. Setelah berpamitan dengan Daeng Abu dan koleganya, kami pun menuju dermaga. Tak beberapa lama kemudian kapal mulai bergerak meninggalkan Pulau Cangke’. Lambaian perpisahan mengiringi kepulangan kami, tentu dengan harapan suatu saat kami akan kembali bertemu dengan keindahan pulau dan kebaikan hati orang-orang disana.
Tulisan ini juga dapat dibaca di Detik Travel