Jadi begini ya...
Sudah sejak Jumat (29/6) saya dan sembilan belas orang
lainnya tiba di Pulau Sebatik untuk melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Tapi
berhubung kegiatan yang sangat intens juga akses internet disini masih sangat
sulit, maka baru kali ini saya bisa menuliskan kabar.
***
Selasa, 26 Juni 2012
Pagi-pagi sekali saya sudah terjaga. Tidur saya sedikit saja
malam itu. Saya memang selalu kesulitan untuk tidur ketika akan melakukan
perjalanan jauh. Setelah sholat subuh saya kembali memeriksa barang-barang yang
akan saya bawa serta pergi ber-Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Sebatik. Saya
membawa dua tas: sebuah tas ransel yang berisi pakaian dan peralatan lainnya
serta tas selempang berkuran sedang yang akan saya pakai beraktiftas selama KKN.
Setelah berpamitan dengan teman-teman di asrama, pukul tujuh
lebih sedikit saya sudah bergegas menuju UPT KKN Unhas, tempat berkumpul
sebelum menuju pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar. Kami memang dihimbau untuk
datang sebelum pukul delapan karena kapal akan berlayar pukul sepuluh. Dan saya
datang sedikit lebih awal agar tidak terlambat, pada salah satu hari terpenting
selama kuliah: pemberangkatan KKN.
Tapi, ini yang selalu menyebalkan dalam sebuah perjalanan
berkelompok: selalu saja ada anggota yang merusak rencana yang telah disusun
dengan matang. Untuk yang pertama dalam perjalanan ini pelakunya adalah Arabia
(Hukum 2009). Ia telat hampir satu jam. Pak Djumran, dosen pendamping yang akan
menemani perjalanan kami tampak mulai geram pagi itu. Sewaktu Ara (panggilan
akrab Arabia) tiba Ia hanya diam. Kalian tahu bukan: puncak dari kemarahan itu
adalah diam, sebelum meledak-ledak seperti senapan mesin.
Kami masih beruntung tidak ditinggal kapal. Setibanya di
pelabuhan semua seperti kebakaran jenggot. Kapal sudah memberikan isyarat akan
segera berangkat. Petugas pelabuhan juga ikut sibuk menyuruh kami segera naik.
“tangga kapal sebentar lagi diangkat.”
Di atas kapal semua menyinggung keterlambatan Ara. Untung
saja Ia membawa bekal makanan yang banyak. Langsung saja teman-teman yang lain
memaklumi, karena ingin kebagian makanan gratis dari Ara. Tapi hal itu tidak
lantas membuat Pak Djumran berhenti untuk menyindirnya. Tampaknya Pak Djumran
masih geram dengan sikap indisipliner yang dilakukan Ara sebelum kami berangkat
tersebut.
***
Seingat saya, sudah pernah saya bercerita bahwa perjalanan
menuju Nunukan sebelum ke Pulau Sebatik kami tempuh dengan menggunakan moda
kapal laut. Ya, kami menggunakan KM Tidar, salah satu armada kapal laut milik PT
PELNI yang berasal dari Semarang namun beroperasi di daerah Sulawesi dan
Kalimantan. Perjalanan menuju pelabuhan Nunukan ditempuh selama dua hari tiga
malam. dalam perjalanan kapal menyinggahi tiga pelabuhan lainnya, yaitu
Pelabuhan Pare-Pare, Pelabuhan Balikpapan dan Pelabuhan Tarakan. Memanfaatkan
momen, setiap tempat yang disinggahi, kami sempatkan untuk pergi berkeliling
melihat wajah kota pelabuhan tersebut.
Pelabuhan pertama yang kapal singgahi adalah Pelabuhan
Pare-Pare. Kami belum terlalu bersemangat di Kota ini. tentu saja karena
sebagian besar dari kami sudah pernah menginjakkan kaki di wilayah yang masih
termasuk bagian dari Sulawesi Selatan tersebut. Kami turun hanya untuk membeli
perbekalan yang dibutuhkan.
Antusias untuk berkeliling kota baru meningkat ketika kami bersandar
di Kota Balikpapan. Sekitar sepuluh orang, kami langsung menyewa angkot untuk
berkeliling melihat wajah kota, yang kata orang-orang sangat bersih ini. benar
saja, kota ini memang sangat bersih. Dimana tersedia tempat sampah. Bahkan di
dalam angkot yang kami tumpangi tersebut juga tersedia tempat sampah. Baru kali
ini saya melihat yang seperti itu. “disini denda tidak punya tempat sampah
lebih besar daripada denda karena tidak punya SIM” jelas sang supir.
Tata kota ini juga lumayan teratur. Para perempuan sudah
sedari tadi minta berhenti untuk mengabadikan beberapa foto. Akhirnya kami
singgah di taman depan kantor PLN kota. Saya lupa nama pasti tempat tersebut.
Sepertinya tempat tersebut salah satu tempat nongkrong di Balikpapan.
Setelah dari Kota Balikpapan yang bersih, KM Tidar kembali
berlayar selamat 24 jam. Pemandangan lumrah yang kami lihat kembali hamparan
air milyaran galon. Sesekali terlihat daratan pulau. Kalau beruntung, di
daerah-daerah tertentu kita dapat menyaksikan beberapa makhluk laut, seperti
Lumba-Lumba dan Ubur-Ubur sedang asyik menyapa kapal. Tujuan berikutnya adalah
kampung kedua saya: Kota Tarakan.
Matahari terang benderang Kota Tarakan menyambut kedatangan
kami. Secerah hati saya yang sebentar lagi akan bertemu dengan sang pujaan
hati, mama tercinta. Memang sejak sebelum keberangkatan saya sudah mengabari
mamak bahwa kapal akan singgah di Pelabuhan Tarakan sebelum lanjut ke
Nunukan.dan dengan antusias mamak berjanji akan datang ke pelabuhan pagi itu
untuk melihat anaknya ini.
Raut kerinduan terlihat betul di wajah mamak sewaktu kami
bertemu. Saya langsung mencium tangannya dan dibalas dengan pelukan hangat.
Memang, tak ada yang bisa mengalahkan hangatnya pelukan seorang ibu
kawan-kawan. Saya hanya sebentar kami bertemu. Saya tidak sempat ke rumah
karena takut akan ditinggal kapal. Tapi, saya berjanji. Setelah KKN selesai
saya akan pulang untuk ber-Ramadhan dan berlebaran bersama orang-orang terkasih
di rumah. Ijinkanlah ya Allah...
Sedangkan agenda untuk berkeliling kota masih ada. Sebagai
“tuan rumah”, teman-teman saya ajak pergi melihat rupa Hutan Konservasi
Mangrove yang berada di tengah Kota Tarakan. Sayang, keadaan Hutan Mangrove
(begitu biasa masyarakat sekitar menyebut tempat ini) sedikit berantakan. Kabarnya,
semalam Tarakan dilanda angin ribut. Beberapa batang pohon di daerah tersebut
terlihat rusak. Beruntung kami masih bisa menangkap adegan malu-malu dari
primata khas hutan ini: Bekantan (Monyet hidung besar).
Hanya sekitar setengah jam di Hutan Mangrove, perjalanan
kami lanjutkan untuk mencari kuliner khas Tarakan. Awalnya saya ingin mengajak
rombongan untuk merasakan nikmatnya Nasi Lalap Mandor. Tapi ternyata warung
yang dimaksud masih tutup. Terpaksa destinasi kami alihkan ke Warung Soto
Banjar Sebengkok. Saya sendiri baru pertama kali menyambangi warung makan ini.
sepertinya warung ini belum terlalu lama buka. Karena keburu waktu, pesanan
diseragamkan saja: Soto Banjar. Saya sendiri tidak pesan makan. Alasannya,
harga menu di tempat itu sepertinya sedang bekerja keras untuk dapat membuat
pemiliknya naik haji tahun depan. Saya hanya memesan Es Teler, yang sama sekali
tidak berwajah es teler. Itupun harganya, sepuluh rebu' boo..
Selepas itu, kami langsung bergegas kembali ke pelabuhan.
Sekitar satu jam lagi akan berangkat ke tujuan akhir. “Tuuuuuuut”, tengah hari
kapal kembali berlayar untuk menuju Nunukan. Pelayaran menuju Nunukan ditempuh
selama kurang lebih empat jam saja. Langit berwarna kemerahan tanda sore, kami
sudah berlabuh di Pelabuhan Nunukan. Itu pertanda pelayaran kami dengan KM
Tidar telah berakhir. Alhamdulillah kami sampai dengan tidak kekurangan sesuatu
hal pun.
Sekian dulu. Cerita soal kebaikan orang-orang selama kami
berlayar dan sesampainya kami di Nunukan akan saya tuliskan selanjutnya. Doakan
kita sehat semua.
Wassalam...
Foto oleh: Adelin (FIKP 2008)