“Sudahkah kita merdeka?”, pertanyaan klise tersebut tentu
kembali ramai di bulan Agustus ini. Kalau tolok ukur sebuah kemerdekaan adalah
terbebas dari segala tindak agresi dari negara lain, tentu saja kita sudah
merdeka. Enam puluh delapan tahun lalu, di ujung senjakala Perang Dunia ke-2,
kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno dengan didampingi Hatta.
Lain soal jika pertanyaan tersebut sedikit diperhalus: “Sudah
sejauh mana kita merdeka?” Kita bisa berdebat dalam pertanyaan ini, karena akan
ada ukuran-ukuran ataupun pencapaian-pencapaian yang akan diajukan disitu. Tentu
tidak selalu indah. Negara ini telah mengalami jatuh bangun pasca
kemerdekaannya. Ia pernah dianggap sebagai Macan Asia pun tak jarang direndahkan bahkan
tidak diperhitungkan sama sekali.
Untuk itu, saya ingin membagikan rangkaian Playlist yang
sedikit-banyak menggambarkan keadaan Indonesia di hari kemerdekaannya yang
ke-68 tahun ini. Susunan ini akan bercampur baur, antara yang memuji dan yang menyatir.
Tentu setiap lagu akan memiliki pesan tersendiri untuk kita renungi bersama. Bukan
soal bagaimana kita terus terbang pada setiap pujian dan terpuruk dalam celaan,
tapi bagaimana kita bersiap untuk terus memperbaiki dan merawat negara ini
terus-menerus.
Ini dia susunan playlist tersebut:
Rencong Marencong – Marjinal
Mari kita mulai daftar ini dengan menyapa kabar rakyat
Indonesia yang tersebar di seluruh penjuru. Marjinal, sebuah komunal punk yang
berasal dari sebuah lorong di selatan ibukota, menyapa kita dengan lantang. Saya kira
sapaan dalam “Rencong Marencong” ini ditujukan
untuk semua kelompok minoritas yang ada dimana saja di negara ini. Di tengah
kesulitan hidup dan acapkali dilupakan oleh negara, Lagu ini mengajak kita
untuk bersenang-senang dengan cara sederhana.
Lupakan negara yang masih terbata-bata mengeja kebutuhan
rakyatnya. Mari bersenang-senang lantas bersyukur dengan segala yang kita punya
saat ini.
"Hei bagaimana kabar kawan-kawan
Apakah baik kondisimu disana
Kami disini sedang bernyanyi kawan
Akan senandung lagu rindu tentang kamu..."
Menjadi Indonesia – Efek Rumah Kaca
Efek Rumah Kaca lahir di saat yang tepat. Di tengah
banalitas dan pengulangan-pengulangan yang menjengkelkan, mereka hadir membawa angin
segar. Saat industri memaksa musisi membuat lagu bertema nasionalisme, lahirlah
karya yang artifisial semata dan cenderung membosankan. Lain halnya dengan “Menjadi
Indonesia”. Nomor ini bercerita dengan jujur tentang kondisi Indonesia saat
ini. Tanpa rasa menggurui, lagu ini menyampaikan kondisi Indonesia yang sedang “tidur
berkepanjangan”. Di ujung lagu ada nada optimis yang tersisa; “masih ada cara
menjadi besar… menjelma dan menjadi Indinesia.” Dengan balutan pop minimalis, tembang
ini terasa sangat pas untuk terus menjaga nyala api cinta negara di dalam diri
kita.
"lekas,
bangun tidur berkepanjangan
Menyatakan mimpimu
Cuci muka biar terlihat segar
Merapikan wajahmu
Masih ada cara menjadi besar
Memudakan tuamu
Menjelma dan menjadi indonesia."
Juara Dunia – Sir Dandy
“Juara Dunia” adalah lagu nasionalisme yang lain. Sir Dandy
menyampaikannya dengan sederhana nan jenaka. Dibuka dengan menyebutkan daftar
kebanggaan yang pernah dimiliki Indonesia, mulai dari Allyas Pikal, Alan Budi-Susi
Kusuma sampai Ariel dan Luna (nama pasangan terakhir sangat sarkartis saya kira.
Hehe). Lagu ini lantas menampilan Chris John, juara dunia tinju milik rakyat
Indonesia. Di tengah seretnya prestasi olahraga kita, Si Naga (julukan bagi
Chris John) hadir bak oasis di tengah gurun pasir. Hal lain yang juga membuat
lagu ini akan terus dikenang adalah keberhasilannya mempopulerkan jargon “Sikat
Jon!” yang sungguh mampu menghibur dan membangkitkan semangat.
Dalam sebuah wawancara, Sir Dandy berencana untuk membuat
lagu khusus bagi Timnas jika mampu lolos ke Piala Dunia suatu saat nanti.
Jadi untuk timnas, Sikat Jon!
"Berbadan kecil seperti maradona
Menari lincah seperti balerina
Melancarkan pukulan ke arah lawan
Menunduk ke belakang sambil melepaskan pukulan
Chris john chris john chris john chris john
Juara dunia dari indonesia..."
Mengadili Persepsi – Seringai
Salah satu kejengkelan utama yang sering dipertontonkan
Indonesia yang tak lagi muda ini adalah intoleransi antar SARA. Di negara yang
mengaku berasaskan Bhineka Tunggal Ika ini masih terlalu sering terjadi pemaksaan
kehendak yang dilakukan oleh kaum mayoritas. Dengan alasan itu lah “Mengadili
Persepsi” hadir. Lagu milik Seringai, salah satu unit metal terbaik negara ini,
berbunyi perlawanan dengan teriakan “Individu Merdeka!”. Lirik ciamik yang
sungguh memberikan tamparan keras kepada kelompok intoleran, berpadu
dengan suara vokal Arian yang sangat garang. Pertanyaan penutup di lagu ini
juga mengajak kita untuk kembali menilai apakah kita sudah benar-benar merdeka.
"Mereka, bermain Tuhan
Merasa benar, menjajah nalar
Dan kalau kita membiarkan saja,
anak kita berikutnya.
Sudahkah Merdeka?..."
Amerika! – Armada Racun
Saya selalu tertarik dengan band ini. Bukan karena kibordis
meraka saat ini adalah kakak kelas saya di masa SMA, melainkan pemberontakan
dengan menihilkan instrumen gitar pada formasi mereka. Dan “Amerika!” adalah
karya terbaik yang pernah meraka buat.
Di tengah derasnya arus informasi saat ini, Indonesia tampil
canggung untuk menahan kencangnya invasi budaya asing. Negara yang diwakili
oleh rakyatnya tak punya pilihan untuk merespon selain meniru mentah-mentah
segala apa yang masuk. Terjadilah proses imitasi di segala bidang kehidupan. Dengan
kondisi demikian kita akan sangat gampang untuk menemui orang-orang yang
kehilangan jati diri. Bukan hanya peniruan terhadap Amerika, saat ini negara
kita sedang dijajah secara halus oleh banyak negara, sebutlah Korea, Jepang,
India dan negara lainnya.
Dengan mempelesetkan teks Sumpah Pemuda, nomor ini menjadi
lagu protes yang sungguh mengena dengan situasi saat ini.
"Kami bangsa indonesia mengaku berbangsa satu Amerika
Kami bangsa indonesia mengaku berbahasa satu Amerika
Kami bangsa indonesia mengaku bertanah air satu Amerika
Kami bangsa indonesia mengaku, semuanya Amerika..."
Ini Bukan Arab, Bung! – Milisi Kecoa
Satu lagi band berideologi punk yang sukses menghasilkan lagu-lagu
protes zaman. Milisi Kecoa hadir dari puing-puing kekecewaan yang mereka lihat
di sekitar. “Ini Bukan Arab, Bung!” merupakan protes keras yang dilayangkan
kepada para bigot-bigot negeri yang tak henti-hentinya memaksakan budaya. Bagaimana
para pengobral surga menyebarkan ajaran agama dengan cara memaksa. Meraka tak
segan-segan memberi label “kafir bin sesat” karena merasa mendapat legitimasi
dari Tuhan.
"Cepatlah kau mati,
tagih pahalamu di surga
Surgamu, nerakaku
Ini bukan arab, bung!"
Kami Bosan Jadi Negara Dunia Ketiga – Morfem
Di lagu ini Morfem bercerita bagaimana sulitnya negara ini
berkembang akibat penyakit utama yang menjangkitinya: korupsi. Para pemegang
amanat rakyat yang padanya kita manaruh harapan malah membuat permufakatan
jahat. Tanpa belas kasihan, mereka memakan kepercayaan dan membaginya hanya
kepada kelompoknya sendiri. Nomor ini berteriak keras tentang itu semua. Bagaimana
negara yang hampir berumur enam puluh delapan tahun ini masih saja berstatus “negara
dunia ketiga”.
Kebosanan akan kondisi dimainkan dengan musik fuzz-rock yang
dinamis. Lirik ciamik dari Jimmy Multazham sang vokalis mewakili perasaan
kebanyakan rakyat Indonesia. Puncak kejengkelan ada pada bagian terakhir lagu. Suara “Cuuuiiihh..”
sangat pas untuk diberikan pada pengelola negara yang sudah cukup berumur ini.
"Bosan kami bosa jadi negara dunia ketiga
Padahal kita hidup di tanah air yang kaya raya
Bosan kami bosa jadi negara dunia ketiga
Tak mungkin jadi negara maju jikalau korupsi ada..."