Sejak 2013 setiap
tanggal 9 Maret diperingati sebagai Hari Musik Nasional. Dari berbagai
media sosial terlihat topik yang hangat diperbincangkan adalah “masihkah musik
nasional punya harapan?”. Pertanyaan seperti ini sudah sangat klise sebenarnya.
Ia hadir setiap tahun mengisi ruang-ruang diskusi para pemerhati dan pelaku
musik itu sendiri. Bagi sebagian pihak yang sudah mulai putus asa, harapan bagi
musik Indonesia sudah sangat tipis. Di tengah momok utama bernama pembajakan,
ruang gerak para musisi dianggap sudah semakin sempit. Musik Indonesia seperti
tidak berdaya mengikuti era yang serba digital sekarang ini.
Tapi benarkah sepenuhnya demikian?
Mari luangkan sedikit waktu untuk lebih jeli melihat kenyataan.
Ada beberapa harapan yang perlu terus dipelihara agar musik Indonesia terus
hidup dan berkembang. Yang pertama, dan mungkin ini yang paling menggembirakan,
adalah produksi musik di Indonesia semakin merata. Musik Indonesia hari ini
bukan hanya Pulau Jawa. Daerah lain yang dulu tidak pernah terdengar saat ini
mulai menggeliat. Bali semakin memperlihatkan eksistensinya. Sumatra terus
mengejutkan lewat (((AUMAN))), Semakbelukar, dan kawan-kawannya. Sulawesi kini
tak hanya Makassar, ada Kota Palu yang skenanya sangat menjanjikan. Kalimantan
terus berkembang lewat musik Metalnya. Benar-benar gugusan musik yang sangat
layak untuk diperjuangkan.
Kabar baik lainnya, tren membeli rilisan fisik kembali
bergairah. Bukan hanya dalam bentuk cakram CD, kini rilisan dalam bentuk kaset
pita dan piringan hitam atau vinyl kembali
dicari. Hal ini berdampak pada banyaknya pilihan bagi para musisi dalam menjual
karyanya, tentu saja bukan hanya dalam bentuk digital. Belum lagi tren lahirnya
penggemar garis keras yang rela mengeluarkan kocek lebih untuk mengoleksi
berbagai macam merchandise idolanya.
Jika hal ini dimanfaatkan oleh para musisi tentu akan mendatangkan keuntungan
lebih yang sangat lumayan untuk terus menghidupi musik mereka. Seringai mungkin
salah satu contoh terbaik dari suksesnya memaksimalkan semua potensi pendapatan
yang ada.
Mulai meratanya sebaran musisi dan kembali bergairahnya
rilisan fisik turut membawa angin segar bagi festival musik di berbagai daerah.
Bak jamur di musim hujan pesta musik tahunan tumbuh beramai-ramai dan terus
menyebar ke berbagai macam genre. Di ranah musik keras tak kurang dari
Hammersonic, Bandung Berisik, Rock In Celebes, Rock In Solo, dan Kukar Rockin’
Fest terus menghajar telinga para metalhead tanah air. Lalu Jazz diwakili oleh
Java Jazz Festival, Makassar Jazz Festival, Jazz Gunung, hingga Ngayogjazz.
Belum lagi festival lintas aliran yang juga rutin digelar. Hal ini tentu saja
ikut menggerakkan roda perekonomian, bukan hanya bagi musisi itu sendiri tapi
juga bagi daerah yang menyelenggarakan festival-festival tersebut.
Lalu bagaimana mengatasi pembajakan? Bukankah permasalahan
ini yang menjadi momok terbesar bagi perkembangan musik Indonesia? Memang harus
diakui kejahatan kriminal bernama pembajakan menjadi musuh terbesar bagi para musisi
Indonesia. Memang kita telah memiliki Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta. Namun penegakan hukum dari aparat harus diakui masih sangat lembek.
Tapi apakah keadaan seperti ini akan terus didiamkan? Tentu saja tidak dong.
Perlawanan balik atas aksi pembajakan yang merugikan
seharusnya menemui momentumnya saat ini. Presiden Jokowi yang dikenal sebagai
penggemar musik baru-baru ini membentuk Badan Ekonomi Kreatif. Dalam sebuah
wawancara, Triawan Munaf yang ditunjuk untuk mengepalai institusi ini
mengatakan salah satu prioritas utama Badan Ekonomi Kreatif adalah memberantas
tindak pembajakan. Tentu saja ini adalah sebuah kabar segar. Kampanye anti
pembajakan yang dilakukan oleh pelaku musik tanah air akhirnya mendapat
dukungan nyata dari Pemerintah. Kita tinggal menunggu efektifitas kerja dari
Badan Ekonomi Kreatif ini.
Beberapa harapan untuk musik Indonesia diatas mungkin akan
percuma bila tidak diiringi oleh niat dan dukungan dari para stake holder. Musisi tentu tak bisa
berjuang sendiri. Ia butuh dukungan dari semua pihak, mulai dari pemerintah,
pelaku bisnis, pemerhati sampai penikmat musik itu sendiri.
Selamat Hari Musik Nasional. Semoga lekas berjaya. Kami menunggu dirimu untuk rayakan.