“Hari apa ini, Ajji?”
“Hari Pasar, nak.”
***
Jangan langsung jengkel saat mendapati jalan raya Patalassang,
Takalar, Sulawesi Selatan, tidak dapat dilewati kendaraan karena berubah fungsi menjadi pasar. Masuklah
ke dalam untuk melihat aktivitas penjual dan pembeli yang mungkin saja bisa menyengarkan
mata dan hati.
Pasar Patalassang hanya buka empat hari sekali. Hari
saat pedagang menggelar dagangan di Pasar Patalassang disebut sebagai Hari Pasar. Hari Pasar adalah hari istimewa. Pada hari itu jalan raya di
Patalassang yang menghubungkan Takalar Kota dengan Takalar Lama akan ditutup
untuk dipakai sebagai areal memajang dagangan. Hari Pasar di Patalassang juga
selalu ramai dibanjiri oleh pembeli yang datang dari Patalassang, daerah-daerah di
Kecamatan Mappakasunggu, juga masyarakat dari Kepulauan Tanakeke.
Barang dagangan yang dijual di Pasar Patalassang sangatlah
beragam. Namun yang menarik perhatian saya adalah sayur-sayuran dengan
warna-warni yang mencolok dan segar. Menurut penjualnya, sayuran tersebut
didatangan langsung dari Malino, Kabupaten Gowa. Bagi yang pernah berkunjung ke Malino
pasti tahu kualitas kesegaran buah dan sayuran yang dihasilkan di daerah
dataran tinggi tersebut.
Dagangan lain yang membuat saya langsung membelinya adalah
paket rumput laut yang dicampur dengan mangga muda. Penganan ini sungguh membuat
saya penasaran. Dua tahun lebih saya bekerja bersama petani rumput laut di
Tanakeke, belum sekalipun saya mencoba rasanya rumput laut mentah. Apalagi ini
dicampur mangga muda pula. Saat menyantap rumput laut campur mangga muda tersebut,
ternyata rasanya mirip seperti mangga yang ditabur garam; asam, asin, dengan
sensasi segar di mulut. Rasa asin berasal dari rumput laut yang juga kenyal saat
digigit. Potongan cabai saya kira akan melengkapi rasa kudapan santai ini.
Selain menjual kebutuhan dapur, dagangan unik di Pasar
Patalassang adalah tembikar dan keranjang untuk keperluan ritual adat. Menurut
penjualnya, benda-benda tersebut dibutuhan saat seseorang akan membangun rumah
baru. Tembikar yang terbuat dari tanah liat tersebut dijadikan wadah untuk membakar dupa pada saat akan memulai membangun rumah baru. Kepercayaan ini masih dijalankan oleh cukup banyak orang di Takalar ataupun masyarakat suku Makassar pada umumnya.
Menjelang siang, jalan raya yang dijadikan pasar di Patalassang kembali dibuka. Sampai berjumpa empat hari lagi di Hari Pasar Patalassang.
Takalar, 7 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar