Mungkin Semakbelukar serupa
penggalan puisi Chairil Anwar, “Sekali berarti, sudah itu mati”. Grup folk
melayu ini menempuh jalan bubar saat musik mereka ramai dibicarakan. Album
terakhir mereka, semakbelukar,
diapresiasi tinggi dan diakui sebagai salah satu rilisan terbaik tahun 2013
oleh banyak pengamat. Menyusul kemudian penghargaan album terbaik ICEMA 2014
dan album terbaik versi Majalah Tempo pada tahun berikutnya.
Album semakbelukar ini memang istimewa. Bernafaskan musik melayu tradisi dengan
bebunyian akordeon, gendang melayu, mandolin dan jimbana. Ia menggebrak di
tengah bergairahnya musik folk tanak air. Mengubah pandangan negatif terhadap
musik “Metal, Melayu Total” yang ramai satu dekade belakangan ini. “Penuh
keserhanaan tanpa berusaha menjadi avant
garde”, mengutip Farid Amriansyah ((AUMAN)).
Saya sendiri mendengarkan
Semakbelukar secara sepotong-sepotong sejak 2011. Saya baru sempat mendengarkan
mereka secara utuh pada awal tahun ini lewat album Terlahir & Terasingkan: Antologi Semakbelukar 2009-2013. Jika
album terakhir mereka sebelum bubar berlabel mengagumkan, saya merasa album
antologi ini lebih dari itu. Entah apa namanya, yang jelas album yang terdiri
dari dua keping CD ini lebih dari sekedar mengagumkan. Magis, emosional,
entahlah.
Dibuka dengan lagu-lagu dari
album era Belukaria Orkestar yang penuh aura positif. Ada “Salam” sebagai
pembuka, seakan mengetuk pintu para pendengar. Lalu “Awal & Akhir” dan
“Lebah” yang menunjukkan sisi keislaman dalam budaya Melayu. Juga “Sejuknya
Matahari” yang sangat saya sukai liriknya.
CD pertama ini kemudian
dilanjutkan dengan komposisi Semakbelukar
yang berada di EP Drohaka. EP
yang dirilis via netlabel Yes No Wave ini berisi tiga lagu yang menjadi cinta
pertama saya pada Semakbelukar; Be(re)ncana, Gita Cempala, dan Malasmarah. Be(re)ncana
tersusun dari musik melayu dengan bunyi akordeon yang mengiris dan lirik juara
tentang ketidaksempurnaan. Karena
sempurna itu hanya sebuah rencana // Karena sempurna itu hanya sebuah bencana.
Gita Cempala adalah sebuah enigma yang mengasyikkan bagi saya. Berlirik sastra
melayu lama saya rasa. Sedangkan Malasmarah adalah lagu favorit yang liriknya
paling sering saya kutip. Rasa marah
adalah anugerah untuk kita yang berfikir // Maka marahlah kepada semua hal yang
rusak dan merusak // Rasa malas adalah anugerah untuk kita yang berfikir //
Maka bermalaslah untuk lakukan semua hal yang tak berguna.
Proyek solo sang vokalis
David Hersya juga dimasukkan di album antologi ini. Pada bagian ini kita sangat
bisa merasakan metamorfosis musikalitas seorang David Hersya yang kemudian
berdampak pada Semakbelukar itu sendiri. Sempat bernuansa Jazz pada “#1” dan
“Kemarin, Hari Ini dan Esok”. Lalu sound yang
sangat Brit-Rock hadir pada “No Exit”. Dan yang paling mengejutkan adalah track “Out of My Face” yang terdengar
punk rock liar. Kemudian hadirlah lagu cover
“Renungkalah” yang teduh namun sangat emosional bagi saya. Saya sempat
berkaca-kaca pada bagian ini. Lagu ini terasa seperti sebuah pengantar
“pertobatan” David Hersya, paling tidak itu yang saya rasakan.
CD kedua album ini adalah
rilis ulang EP self-titled yang
membawa nama Semakbelukar semakin dikenal pada tahun 2013. Bagi saya bagian
yang berisi delapan lagu ini memang dipersiapkan untuk sebuah kematian. Tema
putus asa dan sindirin terasa pada lagu pembuka, “Seloka Beruk”. Adat diinjak budaya ternoda // Semenjak
beruk menjadi pemimpin. Pada bagian lain, Halal dan haram pun dimakan // berurat berakar darah dicandu. Tema
serupa juga terasa pada lagu “Celaka”.
Lain halnya dengan “Kalimat
Satu”. Saya merasakan semangat perjuangan pada lirik nomor ini. Biarpun rebah tiada alasan untuk berubah //
Biarpun terbuang tiada henti berjuang. Kemudian rasakan keteduhan musik
Semakbelukar lewat lagu-lagu berikutnya; “Merujuk Damai”, “Berlayar di
Daratan”, “Dendang Lalai”, dan “Pena Tak Bertinta”.
Album ini ditutup dengan lagi
perpisahan yang menyenangkan. Lewat “Perlahan Tapi Pasti” Semakbelukar seperti
ingin berkata tidak boleh ada kesedihan setelah grup ini tiada. Walaupun pada
kenyataannya saya yakin banyak orang yang terharu dan merasa kehilangan. Belum berhenti // sampai saatnya nanti //
ketika jiwa dan raga ini kembali pulang // takkan terulang. Lalu dilajutkan
dengan Coba lakukan semua dengan ceria //
coba lakukan dengan keikhlasan dan dengan rasa cinta // Perkara ini belum
seberapa // perlahan kita pasti bisa. Pada bagian ini saya sangat yakin
bahwa Semakbelukar mati dengan Bahagia.
Semakbelukar memang sudah
tiada. Namun hikayat tentangnya pasti akan bertahan lama. Saya rasa tugas kita
adalah terus merawat memori ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar