Jumat, 17 Juni 2016

Pjanic


Tidak banyak pemain AS Roma yang kepindahannya terlalu saya sesali. Dua diantara dari yang sedikit itu adalah  Alberto Aquilani yang hijrah ke Liverpool dan Marcos Assuncao yang melanjutkan karir ke Real Betis. Kepindahan Aquilani saya sesali karena ia adalah pemain muda potensial asli didikan Roma. Jika tetap di Roma Ia bisa menjadi penerus trah pangeran ibukota yang disandang oleh Francesco Totti dan Danielle De Rossi. Sedangkan untuk Assuncao, pemain ini punya keahlian eksekusi tendangan bebas yang sulit untuk tidak dicintai. Berteknik tinggi, magis dan nyaris selalu berhasil. Bagi saya, kemampuan freekick Assuncao hanya bisa disejajarkan dengan Juninho dan Andrea Pirlo. Alvaro Recoba juga mantap dalam hal ini, tapi saya punya dendam pribadi dengannya.

Sejak kepergian Assuncao praktis Roma tidak lagi memiliki eksekutor bola mati yang reguler. Kondisi ini bertahan selama beberapa tahun sampai Miralem Pjanic datang dari Lyon pada tahun 2011. Roma mendapatkannya setelah bersaing secara ketat dengan beberapa klub besar Eropa. Anak muda Bosnia ini memang istimewa. Walau terlihat ringkih secara fisik, tapi Pjanic punya kemampuan gocekan yang mumpuni dan insting mengumpan yang baik. Dan yang paling penting, hal yang kemudian membuat saya kagum berat padanya, Ia memiliki kemampuan eksekusi tendangan bebas yang mematikan.

Tapi kekaguman tersebut berubah menjadi kekecewaan. Awal pekan ini nyaring media memberitakan Pjanic telah resmi pindah ke Juventus. Semangat puasa jadi lesu rasanya saat melihat fotonya mengenakan polo shirt merah muda berlogo banteng belang hitam putih. Memegang pulpen menghadap lembar kontrak dengan tersenyum bahagia. Kenangan bermain di Olimpico dan dipuja ribuan Romanisti selama lima musim seperti tak bersisa sama sekali.

Kekecewaan atas kepindahan Pjanic memang menjadi berlipat ganda. Bukan hanya karena pemain ini berkualitas tinggi, tapi juga karena klub yang dipilihnya adalah Juventus. Iya Juventus, klub yang menjadi kompetitor utama dan selalu berhasil menghalangi Roma meraih juara Liga Italia dalam beberapa musim belakangan ini. Yang lebih menyakitkan lagi, kabarnya Pjanic sendiri yang meminta kepada manajemen Roma untuk melepasnya ke Juventus. Hamsyong benar.

Tapi tentu saya paham dengan pergulatan batin yang dirasakan Pjanic. Menjadi pemain muda berlabel bintang namun bermain di klub yang tidak menghasilkan gelar apapun adalah problem tersendiri. Apa yang bisa diharapkan dari klub seperti AS Roma? Suasana kekeluargaan? Lupakan! Sepakbola sudah berkembang jauh menjadi industri kok masih ada klub yang membanggakan kekeluargaan macam ini. Kebanggaan bermain bersama Totti? Ilusi sekali! Cuma orang gila macam De Rossi yang terus mempertahankan kebanggan seperti itu sampai akhir hayatnya. Bagaimana mau jadi tim besar tapi mental begitu-begitu aja. Dan kenapa pula saya masih bertahan mencintai klub macam ini. Alamak.

Pada awal masa menjalankan tugas kali kedua sebagai allenatore Roma, Luciano Spaletti sempat berujar kira-kira seperti ini: “pemain yang ingin keluar dari Roma, pergilah. Dan bagi mereka yang ingin terus bertahan, mari berjuang bersama membesarkan klub ini.” Perkataan itu sepertinya dimanfaatkan betul oleh Pjanic. Gelagat tidak betah di ibu kota sudah terlihat sejak awal musim yang lalu. Permainannya kurang maksimal dan sangat sering dicadangkan, walau masih memperlihatkan sentuhan ajaibnya. Pun Ia tidak pernah membantah saat dihubungkan dengan beberapa klub yang melamarnya untuk pindah. Semuanya baru terbukti saat pemberitaan itu beredar: Pjanic Resmi ke Juventus.

Ya sudahlah. “Sakit memang tapi harus,” seperti kata seorang teman kuliah saya saat ditinggal kawin pacarnya. Selamat tinggal, Mire. Semoga tetap menjadi pemain yang hebat di tempat baru. Jadilah lawan yang tangguh saat tim kita bertemu. Walau jelas perburuan scudetto akan semakin berat tanpamu.

Dan selamat pula untuk Juventus. Tentu Gigi Buffon kini merasa lebih tenang di masa tua karirnya sebagai pemain sepakbola. Momoknya kini berkurang. Ia tidak perlu lagi merasa takut terlihat seperti kiper amatir saat harus menghalau tendangan bebas Pjanic, seperti yang dirasakannya pada bulan Agustus tahun lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar