Ada dua peristiwa penting pada tanggal 9 Desember ini: Hari
Peringatan Anti Korupsi Internasional dan Pemilihan Kepala Daerah Langsung
(Pilkadal) yang dilaksanakan serentak. Saya kira dua momen dalam sehari ini
sangat berhubungan. Apa sebab? Mungkin data-data berikut ini bisa
menjelaskannya;
Menurut catatan Kemendagri, hingga 2014 tercatat 343 Kepala
Daerah terjerat kasus korupsi. Angka itu setara dengan 86 persen dari seluruh kepala
daerah yang ada di seluruh Indonesia. Angka yang sungguh fantastis. Kenyataan lainnya
adalah, ternyata Pilkadal 2015 ini menujukkan ada beberapa kontestan yang diduga
pernah terlibat kasus bahkan sempat menyandang status terpidana korupsi. Gila!
Memang kenyataan ini sungguh menyedihkan. Jalan reformasi
yang memberikan langkah bebas kepada masyarakat untuk memilih pemimpinnya
secara langsung malah melahirkan penjahat-penjahat yang semakin canggih.
Pilkadal hari ini adalah mesin yang terus memproduksi koruptor-koruptur baru
yang semakin keji dan tidak tahu malu.
Lalu apa yang bisa kita lakukan?
Kita masyarakat tentu tidak bisa terlalu jauh untuk
mengintervensi sistem Pilkadal atau cara
kerja politik. Hal minimal yang bisa kita lakukan adalah mengintervensi diri
kita masing-masing untuk sadar dengan konsekuensi pilihan. Saya salut dengan
orang-orang yang memilih menjadi golongan putih karena merasa tidak ada calon
yang sesuai denga hati nuraninya. Kita memang harus mendasarkan pilihan kita
pada keyakinan kan? Jangan pernah memilih jika tidak ada calon pemimpin yang
dirasa dapat mengemban tugas tersebut. Jangan sampai di hari perayaan anti
korupsi sedunia ini malah jadi momen lahirnya pemimpin korup.
Hal lainnya saya kira adalah kita harus mulai mengubah cara
memperlakukan kepala daerah yang terpilih nantinya. Jika selama ini kita selalu
menggantungkan harapan kepada para pemimpin baru, sudah saatnya kita harus
memasang rasa curiga kepada mereka. Menggantungkan harapan adalah cara usang
untuk berinteraksi dengan dengan para pemimpin. Cara itu terlalu melenakan,
baik bagi masyarakat untuk mengawasi juga bagi pemimpin dalam bekerja. Sebaliknya,
rasa curiga akan membuat kita selalu mawas diri akan tindak tanduk para
pemimpin. Pemimpin akan merasa selalu diawasi. Dengan begitu mereka akan terus
berupaya untuk berbuat terbaik dan terus meningkatkan kinerjanya.
Kita tentu sudah muak dengan para Pemberi Harapan Palsu (PHP).
Mari mawas diri dengan mulai memasang rasa curiga. Jadi ucapan selamat nanti
juga harus berubah. Kalau dulu “Selamat datang pemimpin baru, harapan kami ada
padamu” nantinya harus menjadi “Selamat datang para pemimpin baru, awas kami
curiga padamu!”
Selamat Hari Anti Korupsi Internasional. Mari menghadang
niat jahat koruptor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar