Judul buku: Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner Penulis: Ahmad Gaus AF Penerbit: Penerbit Buku Kompas, 2010 Tebal: xiii + 382 halaman |
Membaca buku ini membuat saya teringat pada sebuah perbincangan pada suatu malam bersama teman-teman yang berasal dari berbagai sisi Indonesia. Satu kesepakatan malam itu adalah bahwa pluralisme adalah sebuah keniscayaan untuk negeri yang begitu majemuk ini.
Hal tersebut hanya salah satu manifestasi atas pemikiran seorang Nurcholis Madjid atau yang biasa disapa Cak Nur. Sebagai seorang pemikir, begitu banyak ide yang ditelurkan oleh Cak Nur, terutama tentang ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an. Banyak orang yang kagum dengan pemikirannya yang begitu dinamis. Namun tak sedikit pula yang tidak sepakat dengan pemikirannya, ia tetap konsisten dengan hal yang dianggapnya benar tersebut.
Pemikirannya tentang 'Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat' pada awal tahun 70-an mendapat banyak pujian juga penentangan dari orang-orang yang tidak sepaham. pemikirannya tentang proses liberalisasi, sekularisasi, kebebasan berpikir dan sikap terbuka dianggap telah menyalahi nilai-nilai luhur keislaman.
Beragam reaksi yang muncul saat itu. Dari sekedar menulis tanggapan kontra di media hingga yang paling ekstrim, menganggap Cak Nur halal untuk dibunuh. Namun Cak Nur tak sedikitpun mundur. Keteguhannya ditambah dengan banyaknya orang yang mendukung serta menghargai buah pemikirannya tersebut.
***
Masa sebagai mahasiswa banyak Cak Nur habiskan dengan aktif di organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sumbangan terbesarnya untuk HMI adalah pemikiran Nilai Dasar Perjuangan (NDP). NDP adalah pedoman orientasi ideologis bagi para kader yang mengikuti basic training (bastra) HMI. Dan NDP ini digunakan pada setiap pengkaderan awal HMI hingga sekarang. Sekedar tambahan info, Cak Nur adalah satu-satunya ketua HMI yang pernah menjabat selama dua periode kepengurusan.
Selepas dari HMI, Cak Nur berkonsentrasi untuk menyelesaikan studinya. Setelah menamatkan S1-nya di IAIN, ia mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi hingga jenjang doktoral di Amerika. Sepulangnya dari Amerika, ia mendirikan Yayasan Paramadina dan Universitas Paramadina bersama rekan-rekannya. Hal ini dilakukan Cak Nur untuk terus melanjutkan pemikiran-pemikirannya.
Cak Nur juga berperan sebagai negarawan menyumbangkan banyak ide. Di era orde baru ia memposisikan dirinya sebagai oposisi. Mungkin banyak yang tidak tahu kalau Cak Nur adalah tokoh dibalik luluhnya kekerasan hati Soeharto. Soeharto rela lengser dari kursi yang telah dikuasainya selama 32 tahun setelah mendapat 'ceramah' dari Cak Nur. Cak Nur mengatakan pada Soeharto, bahwa arti dari revolusi yang diinginkan para pengunjuk rasa waktu itu adalah mundurnya Soeharto dari rezimnya.
Pada tahun 2003 Cak Nur sempat berniat untuk mencalonkan diri pada pemilihan presiden tahun 2004. Niatan tersebut muncul atas masukan banyak pihak yang ingin melihat ia memimpin negeri ini. Namun niatan tersebut gagal karena Cak Nur keburu berpulang untuk selama-lamanya.
Itulah Cak Nur. Ia menjadi sosok pencerah sekaligus kontroversial hingga akhir hayatnya. Bahkan pertentangan atas pemikirannya masih terjadi hingga saat ini.