Jika ada hal yang harus saya kutuki saat ini, tentu saja hal itu adalah kealpaan menuliskan sesuatu hal pun di blog ini dalam kurun waktu dua bulan. Saya merasa seperti orang hilang ketika membukanya lagi beberapa hari yang lalu. Padahal jika diingat-ingat lagi, ada banyak hal menarik yang bisa jadi bahan tulisan di bulan Mei-Juni kemarin. Namun semua itu berlalu begitu saja menjadi ingatan yang sayang untuk dibuang.
Untuk itu, saya ingin mencoba mengingat kembali kejadian
remeh-temeh, seperti yang biasa saya lakukan di blog ini. Tentu saja sambil
memperbaharui ikrar saya untuk menulis di laman ini, paling tidak sebulan
sekali.
Ini dia;
Pendakian perdana
Bukannya ingin ikut-ikutan naik gunung, apalagi trinspirasi
film 5 CM yang monumental di adegan g-string-nya itu. Ini murni karena ajakan
keroyokan teman-teman angkatan. Walau tidak terlalu serius, latihan fisik tetap
saya lakukan selama beberap hari sebelum keberangkatan. Karena ini adalah
pendakian perdana dan juga medan yang akan dilalui tidak terlalu berat, saya
hanya membawa ransel andalan yang tidak terlalu besar. Isinya pun tak terlalu
banyak, cukup beberapa pakaian seadanya juga sebagian persedian kelompok yang
saya bawa.
Tiga hari dua malam di Lembah Ramma’ begitu berkesan bagi
saya. Tuhan melindungi kami selama pendakian dengan menghadirkan cuaca cerah
ceria pada saat perjalanan pergi dan pulang. Kekhawatiran akan cuaca yang
sangat dingin tidak terjadi. Kehangatan alam dan keceriaan bersama teman-teman
seperjalanan terpaksa membuat saya mengutuki diri sendiri; kenapa pada umur setua ini
baru saya menyentuh gunung.
Pendakian ini juga terasa istimewa karena mengakrabkan saya
dengan beberapa teman angkatan. Entah kemana saja saya selama tiga tahun ini. Silih
berganti nyaris tanpa henti kami bersenang-senang dengan bernyanyi dan saling
lempar olok-olokan yang selalu diakhiri dengan tawa lepas. Lelah perjanan tak
begitu terasa karena hal tersebut.
Terimakasih kepada Tuhan, alam dan teman-teman baik yang
telah menghadirkan pengalaman menyenangkan ini.
Bertemu Idola
Periode Mei-Juni juga menjadi momen untuk bertemu
dengan orang-orang yang saya kagumi. Mereka adalah sosok yang mengisi sebagian
hidup saya dengan asupan bacaan dan musik yang memang menjadi kegemaran saya.
Diawali dengan kesempatan menonton konser Morfem dan Dialog
Dini Hari di Jogjakarta bulan lalu. Konser ini menjadi lebih spesial karena
band teman-teman SMA saya, LazyRoom, juga turut berbagi panggung dengan dua grup
kesukaan saya itu. Morfem dengan sound dan penampilannya yang selalu
bersemangat berpadu dengan Dialog Dini Hari yang lembut dan lirik puitis juaranya.
Nah, LazyRoom hadir diantaranya dengan membawakan musik mengawang-awang yang
sesekali berteriak. Impian untuk menonton ketiga band tersebut terwujud dalam
satu kesempatan. Sungguh anugerah yang patut dikenang.
Kesempatan selanjutnya saya bertemu dengan salah dua penulis
favorit saya; Sapardi Djoko Damono dan Agustinus Wibowo. Pertemuan ini juga
dalam satu kesempatan yang sama yaitu di Makassar International Writers Festival
yang tahun ini memasuki helatan ketiganya. Sapardi adalah alasan saya jatuh cinta
dengan Bahasa Indoesia. Bu Ranti, guru sewaktu SMA yang memperkenalkannya
kepada saya. hal yang paling saya sukai dari syair-syair Sapardi adalah (lagi-lagi)
kesederhaan yang hadir dari perenungan yang mendalam. Karya Sapardi mampu
mengambil hati pembacanya dengan mudah. Tak terbatas pada situasional tertentu
tapi mampu mengisi sepanjang kehidupan. Abadi.
Agustinus Wibowo lain lagi. Saya menyukainya karena
totalitas dalam menyusun sebuah tulisan. Ia yang seorang penulis perjalanan
mengandalkan riset yang sangat mendalam dalam menuliskan karyanya. Hal itu sangat
mudah kita dapatkan ketika membaca buku-bukunya, mulai dari Selimut Debu sampai
yang terbaru Titik Nol. Dari tulisannya kita tak hanya mendapatkan informasi
dasar tentang perjalanan tapi sampai pada hal tersembunyi bahkan sesuatu yang
tak pernah diungkap sebelumnya.
Terakhir, saya cukup senang katika berbincang-bincang
singkat dengan Bangkutaman. Kesempatan ini dihadirkan oleh Kedai Buku Jenny
lewat program rutinnya, KBJamming. Wahyu Acum dan Dedik bercerita kepada kami
tentang proses produksi sebuah lagu khususnya Ode Untuk Kota yang selaras
dengan tema diskusi sore itu, Musik dan Kota. Momen paling berkesan pada
kesempatan ini tentu saja ketika lagu Ode Untuk Kota dilantunkan. Secara spontan
yang hadir langsung ikut bernanyanyi tanpa aba-aba. Sungguh Minggu sore yang
menyenangkan.
Tugas Akhir Mulai
Jalan Kembali
Untuk ini saya sulit untuk bercerita banyak. Yang jelas, proses revisi
pertama proposal sudah masuk ke pembimbing 1. Mohon doa untuk kelancarannya. Agar
tak ada lagi basa-basi klise yang sungguh menjengkelkan: “sudah sarjana?”
Sekian dulu. Oh iya, selamat berpuasa bagi teman-teman yang
menjalankan. Tetap saling menghormati. Semoga Tuhan merahmati kita semua.
Akhirnya menemui postingan kak Opu lagi. pengalamannya seru-seru kak. sering di-update blog-nya. :)
BalasHapusiya. semoga tidak lupa ingatan lagi kayak kemarin :)
Hapus