Sabtu, 07 Januari 2012

Jungle Child


Alam adalah tempat bermainnya,
rimba adalah rumahnya,
dan langit adalah tempat bernaungnya.

***
Sabine Kuegler (tujuh tahun) dan keluarganya tiba di sebuah hutan terpencil di Papua Barat pada tahun 1980. Mereka hidup di tengah-tengah suku Fayu yang baru saja ditemukan. Suku ini sama sekali belum tersentuh oleh peradaban modern. Sabine kecil pun tak lagi bermain boneka, tetapi dengan ular serta busur dan panah sungguhan. Bukan permen yang ia kunyah, melainkan kelelawar panggang dan serangga.

Jungle Child adalah kisah memukau tentang suatu kehidupan primitif. Kehidupan itu terputus ketika keluarga Sabine kembali ke Jerman. Meski akhirnya kembali ke Papua Barat, Sabine (kini terjebak di antara dua budaya) tidak lagi benar-benar merasa nyaman. Kematian teman masa kecil sekaligus kakak Fayu-nya, Ohri, membuatnya memutuskan untuk meninggalkan rimba untuk selamanya.

Di usia tujuh belas tahun, ia masuk sekolah berasrama di Swiss. Melalui proses yang sulit dan menyakitkan, perlahan-lahan ia berhasil menyesuaikan diri kembali dengan budaya barat. Namun, ia tetap mengakui bahwa sebagian dari dirinya akan terus menjadi si anak rimba.

***

Ah, saya benar-benar jatuh cinta dengan buku ini. Nantilah saya ceritakan lebih panjang lagi. Sekarang saya sedang menikmatinya lembar demi lembar.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar